Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri Pupuk Tolak Tarif Formula

Kompas.com - 20/08/2011, 09:50 WIB

PURWAKARTA, KOMPAS.com — Pabrik pupuk tidak menghendaki harga pembelian gas yang ditetapkan dengan tarif formula karena sangat memberatkan. Mekanisme penetapan harga terbaik adalah harga pembelian gas tetap (flat) dari kontraktor kontrak kerja sama gas.

"Masalah harga ini hingga saat ini belum juga selesai untuk pabrik Pupuk Kaltim V (salah satu program revitalisasi pabrik pupuk yang diprogramkan pemerintah)," ujar Ketua Kelompok Kerja Pupuk Nasional Edy Putra Irawadi di Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu (20/8/2011).

Menurut Edy, dengan tarif formula, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) gas bisa saja memberikan harga rendah, seperti 6 dollar AS per juta standar kaki kubik gas (mmscf), tetapi dengan syarat. Syaratnya adalah jika penjualan pupuk yang dilakukan pabrik pupuk menunjukkan keuntungan, keuntungan tersebut harus dibagi dua antara pabrik pupuk dan KKKS gas.

"Tarif formula itu, kan, begitu. Jadi, orang yang memegang hulu (tambang gas) itu sudah seperti yang memegang tanah air. KKKS meminta pembagian jatah keuntungan dari hasil penjualan pupuk karena harga jual gas normal adalah 7,5 dollar AS-8,5 dollar AS per mmscf. Sementara harga jual ke pabrik pupuk dalam negeri 6 dollar AS-6,5 dollar AS per mmscf. Padahal, tidak ada pabrik pupuk yang kuat membayar hingga 7 dollar AS," ujarnya.

Jalan keluar sementara adalah mengekspor sebagian pupuk yang diproduksi sehingga beban subsidi yang ditanggung APBN berkurang karena pupuk tidak beredar di dalam negeri. Jika harga pupuk di dalam negeri rendah dan pabrik pupuk tidak bisa mengekspor, tidak ada sumber dana untuk membayar gas.

"Sebab, jika pupuk diekspor, hasil penjualan ekspor itulah yang untuk membayar kebutuhan gasnya," ujarnya.

Pada tahun 2012, anggaran subsidi pupuk dinaikkan Rp 16 triliun menjadi Rp 18 triliun. Ini dilakukan untuk mengantisipasi iklim yang bermasalah dan cenderung ekstrem. Subsidi ini akan diarahkan untuk memperkuat pupuk majemuk. Selain itu, pasokan pupuk urea di dalam negeri dikurangi karena Indonesia akan mulai mengekspornya.

"Dengan demikian, pabrik pupuk akan memperoleh banyak dana dari hasil ekspor itu. Masalahnya adalah pabrik-pabrik tersebut sudah memasang mesin untuk produksi urea sehingga pengurangan urea dengan sendirinya akan menimbulkan masalah," ujar Edy. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com