Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Atlet Mencari Pegangan

Kompas.com - 06/09/2011, 23:23 WIB

JAKARTA, Kompas.com - Mantan karateka nasional, Tommy Firman, tersentuh memantau rekan-rekan sesama atlet yang berada di garis kemiskinan. Pasalnya, pada Idul Fitri 1 Syawal 1432 Hijriyah pekan lalu, ada juga mantan atlet yang sulit merayakan bersama keluarganya karena kondisi ekonomi yang berada di bawah garis kemiskinan.

Namun ia bersyukur, masih ada pihak swasta seperti Yayasan Olahragawan Indonesia (YOI) yang peduli memberikan santunan. Itu sudah dilakukan pada beberapa mantan atlet, seperti ketika santunan yang diberikan kepada Wempi Wungau (binaraga), dan Hasan Lobubun, mantan petinju nasional.

Kedua mantan atlet ini sedang dalam kondisi memprihatinkan. Untuk memberikan nafkah anak dan istrinya saja, mereka terpaksa melakukan apa saja. Wempi misalnya, dia harus menjadi keamanan dadakan ketika ada orang yang memerlukannya. Begitu juga dengan Hasan, yang kini menjadi pemulung.  

Melalui pekerjaan yang ditekuni, kedua mantan atlet itu sudah tentu sulit untuk mengumpulkan biaya bagi anak dan istrinya merayakan Idul Fitri. Bahkan Hasan rela meninggalkan istrinya untuk mengadu nasib di kawasan Jakarta hanya sebagai pemulung. Kondisi seperti itu cukup memprihatinkan. 

Selain Wempi dan Hasan, katanya, masih banyak mantan atlet yang hidupnya di bawah garis kemiskinan. Bila ada pihak swasta yang peduli terhadap nasib mantan atlet, maka sudah seharusnya menerapkan asas sosial, bukan hanya kepentingan politik.  

Tommy, yang juga Sekjen Masyarakat Olahraga Indonesia (MOI0), mengimbau, agar YOI bisa menjadi bapak angkat bagi mantan atlet yang ada di bawah garis kemiskinan.

"Dengan begitu, bapak angkat pada mantan atlet ada bukan ketika atlet berjaya saja, namun di masa pensiunnya juga mendapat perhatian serius," kata Tommy di Jakarta, Selasa (6/9/2011).

Ia bersyukur, kepedulian YOI terhadap kehidupan mantan atlet yang ada di bawah garis kemiskinan mulai diwujudkan. Namun Tommy berharap, bantuan yang diberikan pada mantan atlet itu tidak hanya dalam bentuk materi, tetapi juga pada sektor yang memberikan pendidikan, seperti halnya sektor usaha, maupun asuransi pendidikan bagi putra-putrinya.

"Dengan begitu kehidupan mantan atlet mendapat perhatian serius dari pihak swasta, meski dari pemerintah belum muncul kepermukaan," ujarnya.

Memperhatikan kehidupan masa depan atlet ketika sudah pensiun, tentunya menjadi kewajiban pemerintah. Pasalnya, ketika jayanya dulu sebagian besar mantan atlet mencurahkan hidupnya untuk membawa nama harum bangsa dan negara, ketika mengibarkan bendera Merah-Putih diberbagai negara.  

Tommy, yang juga peraih dua medali emas di cabang karate SEA Games XIX Jakarta tahun 1997 ini menegaskan, perhatian penuh pada mantan atlet sudah dilakukan pemerintah Malaysia, Thailand dan China. Atlet yang berhasil menyumbang medali emas di SEA Games saja, kelangsungan hidup serta anak istrinya ditanggung pemerintah. Apalagi mantan atlet yang pernah mengukir medali emas di Kejuaraan Dunia maupun Olimpiade.  

Perhatian pemerintah Malaysia hendaknya harus dicontoh Indonesia, jika hendak pembibitan dan pembinaan atlet mengalami peningkatan. Sementara saat ini pembibitan dan pembinaan atlet nasional semakin merosot. Bahkan saat menerjunkan atletnya di berbagai event internasional masih mengandalkan atlet yang sudah udzur.  

Kondisi seperti itu bisa berubah, dengan catatan ada perhatian pemerintah terhadap kehidupan mantan atlet. Bila perhatian itu muncul dan berjalan seperti Malaysia, maka para orang tua tidak keberatan putra-putrinya menekuni profesi sebagai atlet nasional, hingga mencapai prestasi puncak baik di kejuaraan dunia maupun Olimpiade sekalipun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com