Dalam informasi yang dikeluarkan situs Oryzanews, Rabu (5/10), disebutkan, kesepakatan yang diperpanjang itu merupakan kesepakatan antarpemerintah (G to G). Langkah Thailand ini terkait dengan rencana Thailand yang akan melepas stok. Jumlah dan harga akan ditentukan melalui kesepakatan.
Menanggapi kabar itu, Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso menyambut baik kebijakan Pemerintah Thailand yang memperpanjang kontrak kerja sama jual beli beras dengan Pemerintah Indonesia. Dengan demikian, Indonesia mendapat kepastian untuk mendapatkan beras di pasar dunia.
Bagaimanapun, adanya kerja sama ini sangat menguntungkan. Apalagi dari pengalaman selama ini, realisasi kesepakatan harga terhadap beras yang masuk dalam perjanjian tidak begitu mahal dibandingkan dengan harga pasar.
Sutarto mengatakan, meski pada tingkat pemerintah ada kerja sama, implmentasinya tetap tidak oleh pemerintah. ”Masih tetap ada negosiasi harga, tetapi pada tingkat harga yang wajar karena sudah ada ikatan kerja sama,” katanya.
Realisasinya, pemerintah Thailand akan menunjuk pihak tertentu untuk bertransaksi dengan Indonesia. Adapun Indonesia melalui Menteri Perdagangan menunjuk Perum Bulog sebagai pelaksana.
Meski kerja sama dilanjutkan, ke depan peningkatan produksi beras tetap harus dilakukan. Karena dengan produksi yang meningkat, cadangan beras cukup sehingga ketergantungan terhadap beras impor bisa dikurangi. Peningkatan produksi menjadi satu keharusan.
Sutarto mengatakan, stok beras Perum Bulog saat ini cukup untuk memenuhi kebutuhan 4,5 bulan, dengan rata-rata kebutuhan bulanan 300.000 ton. Perum Bulog tahun ini ditargetkan mengimpor 1,6 juta ton beras agar pada akhir tahun stok beras Perum Bulog minimal 1,5 juta ton.
Pejabat tinggi dari 13 negara menyepakati pembentukan cadangan beras sebanyak 787.000 ton untuk kawasan ASEAN, China, Korea Selatan, dan Jepang. Hal itu disepakati dalam Pertemuan Pejabat Tinggi (SOM) Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN dan Tiga Negara Mitranya (AMAF+3) Ke-11, di Jakarta.