Mulai Kamis (17/11) ini, Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, melayani penerbangan domestik dan internasional. Oleh karena hanya maskapai Indonesia AirAsia yang mendiami terminal tersebut, keberuntungan jelas ada di pihak mereka.
Di tengah minimnya kabar baru ataupun kabar baik berkenaan pengembangan Bandara Soekarno-Hatta, tentu saja terobosan PT Angkasa Pura II (persero) ini patut diacungi jempol. Salut. Meski langkah itu boleh saja dianggap sebagai ”kompensasi” dibatalkannya jembatan penumpang dari Terminal 2 ke Terminal 3.
Nah, karena jembatan itu dihapus dalam rencana induk baru, maka penerbangan internasional dari Terminal 3, bahkan mungkin dari Terminal 1, bolehlah kita nilai positif. Jauh lebih baik daripada penumpang pontang-panting pindah terminal untuk terbang ke luar negeri dengan risiko ditinggal terbang.
Lantas, kabar positif apa lagi yang dinantikan? Sangat diharapkan kinerja Indonesia AirAsia melejit dengan kemudahan transit di bawah satu atap di Terminal 3. Dengan demikian, mereka bisa menerbangkan lebih banyak penumpang dari dan ke regional ini.
Dengan demikian, perlahan namun pasti peran Kuala Lumpur dan Singapura hendaknya mulai direbut oleh Soekarno-Hatta, misalkan sebagai bandara transit penerbangan Bangkok menuju Melbourne, juga dari New Delhi ke Perth (Australia).
Bila Soekarno-Hatta jadi bandara hub, maka Jakarta kecipratan rezeki turis mancanegara. Apalagi, kalau transportasi dari bandara ke pusat kota diperbaiki.
Terobosan apa lagi yang layak diterapkan di Terminal 3? Tentu saja pajak yang lebih murah.
Di Kuala Lumpur Internasional Airport (KLIA) telah diberlakukan pembedaan pajak bandara (
Per 1 Juni 2007, PSC internasional dari KLIA sebesar 51 ringgit (Rp 142.800) dan PSC domestik KLIA 9 ringgit (Rp 25.200). Sementara PSC internasional dari Kuala Lumpur Low Cost Carrier Terminal (LCCT), yang melayani AirAsia, sebesar 25 ringgit (Rp 70.000) dan PSC domestik 6 ringgit (Rp 16.800).
Bandingkan dengan PSC rute internasional di Soekarno-Hatta sebesar Rp 150.000 dan PSC rute domestik Rp 40.000.
Mengapa pajak lebih rendah layak untuk Terminal 3? Sebab fasilitasnya minim, disesuaikan untuk maskapai berbiaya rendah. Tanpa garbarata atau belalai gajah dan tanpa ban berjalan.
Dengan pajak yang lebih ringan, juga menarik lebih banyak penumpang. Terminal 3 dibangun dengan konsep hemat energi sehingga biaya operasionalnya pastilah lebih rendah.
Bila Angkasa Pura II nanti mengusulkan penurunan