Demikian disampaikan Ekonom Senior Asian Development Bank Edimon Ginting dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (24/11).
Melihat perkembangan terakhir situasi perekonomian di Eropa, Edimon menyatakan kondisi semakin sulit diprediksi. Beberapa negara di Eropa akan mengalami pelemahan ekonomi yang cukup berarti, bahkan beberapa di antaranya akan mencatatkan pertumbuhan negatif.
Perekonomian Indonesia, menurut Edimon, akan terimbas, terutama di sektor ekspor. Meskipun ekspor Indonesia tahun ini tinggi pertumbuhannya, tapi hal itu akan sulit diulangi tahun depan karena pelemahan di Eropa. Pemerintah sudah diversifikasi tujuan ekspor. Namun, tujuan ekspor baru seperti Afrika dan Amerika Selatan bukan tujuan tradisional Indonesia sehingga produk-produk yang masih baru akan susah tumbuh pesat.
Dengan demikian, Edimon memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun 2012 tidak akan sampai 6,7 persen sebagaimana ditargetkan pemerintah. ”Tidak mudah menghitung berapa pertumbuhannya, tapi saya pikir akan lebih lemah dari proyeksi yang sekarang,” kata Edimon.
”Kami melihat ada tren penurunan inflasi di bulan-bulan akhir. Jadi masih ada kemungkinan penurunan lebih jauh. Artinya, pemerintah masih punya ruang besar untuk menurunkan suku bunga ke depan. Artinya pula, pemerintah mempunyai instrumen untuk menyesuaikan kebijakannya dalam mengantisipasi pelemahan ekonomi global.
”Sementara investasi di Indonesia kondisinya baik saat ini dan ke depan tetap akan baik karena fundamental ekonomi baik. Cuma pertanyaannya, apakah investasi akan sekuat sekarang. Jika investasi melemah, maka dukungan pertumbuhan ekonomi juga berkurang,” ujar Edimon.
Sementara dari Bursa Efek Indonesia, para investor asing kembali memilih melepas portofolio mereka. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga ditutup melemah. Ketidakjelasan arah penyelesaian krisis utang di Eropa dan minimnya sentimen positif atas perekonomian AS dan China membuat pelaku pasar memilih memegang uang tunai dalam bentuk dollar AS.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Kamis, ditutup naik tipis 9,02 poin (0,24 persen) ke level 3.696,03 poin dengan jumlah transaksi sebanyak 7,1 juta lot dan nilai transaksi relatif sepi sebesar Rp 2,9 triliun. Sementara nilai rupiah ditutup melemah 63 poin ke level Rp 9.098 (kurs tengah Bank Indonesia). Di pasar spot antarbank rupiah ditutup pada Rp 9.100 per dollar AS.
”Secara teknikal memang ada support di level 3.650 yang menyebabkan beberapa saham emiten dianggap murah untuk dibeli. Dari eksternal, data kepercayaan diri bisnis di Jerman naik di atas dugaan, pertama kali sejak Juni,” kata Vice President Samuel Sekuritas Muhamad Alfatih soal kenaikan tipis IHSG kemarin.
Sejumlah sektor saham menguat, kecuali pertanian, konsumer, infrastruktur, dan perdagangan. Sejumlah pelaku pasar melihat tekanan terhadap IHSG dan rupiah belum akan reda minimal hingga sebulan mendatang atau hingga akhir tahun ini. Pasar bergerak semakin volatil dengan kecenderungan terus tertekan. Terkait menjelang perayaan