Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Punk dan Paradoks Aceh

Kompas.com - 21/12/2011, 23:15 WIB

Oleh: Risman A Rachman

Dari Kabid Humas Polda Aceh AKBP Gustav Leo, sebagaimana dilaporkan media, Jumat (16/12), terungkap bahwa 65 anak Punk yang ditangkap saat gelar konser (10/12) senang-senang saja menjalani pembinaan di sekolah polisi, SPN Aceh. Benarkah Punkers itu senang acara konser amalnya  dibubarkan, ditangkap, digunduli, dicebur, dilepas tindik oleh polisi? Rasanya sangat berlebihan untuk mengatakan mereka senang, bukan?

Bukankah rambut, baju, dan tindik itu "mahkota" yang menjelaskan identitas mereka? Bagaimana jika "bruk kreung" (lencana KORPRI) yang melakat di dada pejabat atau tanda pangkat di bahu aparat dicabut? Atau, rambut perempuan di cukur? Meski pencabutan dan pencukuran itu karena alasan kesalahan rasanya terlalu berlebihan jika ditafsir senang-senang saja.
Apalagi jika merujuk pada pernyataan LBH Aceh, Koalisi NGO HAM, dan Kontras Aceh. Jika benar ada potensi dan indikasi pelanggaran hukum dan HAM yang dilakukan aparat atas anak Punk tentu saja penilaian soal senang-senang saja hanya sebuah usaha mensederhanakan keadaan untuk menutupi fakta yang ada.

Tapi tunggu dulu. Rasanya ada benar juga jika anak Punk itu senang-senang saja sebagaimana yang disampaikan oleh AKBP Gustav Leo melalui media. Pertama, siapa yang tidak senang disekolahkan atau dibina. Kembali ke jalan yang lurus tentu saja akan menyenangkan. Tidak semua orang punya kesempatan untuk bisa kembali ke jalan yang lurus. Lihatlah anak-anak jalanan lainnya yang bukan Punkers. Tidak ada yang mendapat pembinaan secara khusus di Sekolah Polisi Nasional (SPN) Aceh.

Kedua, siapa yang tidak senang jika menjadi diri yang tidak lagi meresahkan masyarakat banyak. Pasti lebih senang menjadi "anak manis" ketimbang jadi "anak nakal" yang melakukan aksi ngemis paksa, nyanyi yang menyakitkan telinga pendengar, atau menggunakan narkoba, tidur sembarangan dan pakaian seadanya. Jadi, mungkin saja mereka senang karena bisa kembali menjadi seperti anak-anak lainnya.

Ketiga,  bisa jadi juga mereka senang karena bisa segera terbebas setelah sebelumnya melanggar regulasi lokal (Aceh) tentang syariat Islam. Aceh adalah daerah yang diakui kekhususannya dan karena itu mendapat hak untuk memiliki regulasi khusus baik karena memang diakui negara maupun karena kesepakatan yang dihasilkan dari perjanjian. Dalam MoU Helsinki dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) juga ditegaskan soal identitas Aceh yang bersifat istimewa dan khusus.

Maka wajar manakala kepada mereka yang mendukung anak Punk dan menunjukkan kemarahannya pada pembinaan yang dilakukan oleh aparat dan penguasa mendapat perlawanan dan dicurigai sudah ditumpangi kepentingan Yahudi. Sejumlah protes dan tekanan yang disampaikan oleh negara/badan/lembaga asing yang dikaitkan dengan HAM pun dikecam sebagai tidak pada tempatnya dan dianggap tidak memahami kekhususan Aceh dalam bingkai NKRI.

Paradoks Aceh
Saya juga setuju jika 65 anak Punk itu senang-senang saja menjalani pembinaan ala polisi. Mereka benar-benar senang dan saya percaya itu. Tapi tunggu dulu. Saya percaya mereka senang bukan dengan tiga alasan di atas. Saya bisa memahami Punkers itu senang karena pada komunitas ini terkandung unsur gerakan dan sekaligus pemendam jiwa pemberontak (rebellious thinkers). Cobalah bertanya pada mereka yang dulu menempatkan dirinya sebagai pemberontak. Apakah mereka bersedih manakala ditangkap, ditahan, dan dibina? Bahkan dulu ada banyak pang-lima  di GAM "disekolahkan" melebihi makna "sekolah" yang dialami anak Punk-65 (baca 65 anak Punk).

Berbeda dengan kebanyakan pemberontak yang melegalkan penggunaan senjata atau minimal menggunakan kerja-kerja politik untuk melakukan perlawanan. Anak Punk justru tampil beda. Mereka menjadikan gaya, tingkah, dan suara mereka sebagai media protes atau kritik serta perlawanan. Itulah modal nilai "we can do it ourselves" yang terwujud secara nyentrik, aneh, dan nyeleneh.

Jadi bisa dipahami mengapa ada banyak orang dan penguasa menjadi sebal, muak, dan mules atau resah kala bersinggungan dengan anak Punk yang ada di Aceh. Padahal, kemuakan dan keresahan orang lain pada diri mereka adalah terjemahan langsung dari kemuakan dan keresahan Punkers terhadap masyarakat, pemerintah dan juga negara yang "bertopeng."
Ibarat bait lagu "bukalah topengmu" aksi-aksi anak Punk di Aceh baru-baru ini menjadi bentuk "harakiri" sosial-politik mereka untuk menghasilkan self-critic (kritik-diri) guna mengakhiri paradoks Aceh pasca-damai. Salah satu bentuk paradoks Aceh bisa langsung terlihat pada cara-cara penguasa memperlakukan mereka. Dengan alasan lokalitas Aceh (identitas dan regulasi khusus/syariat) keberadaan mereka tidak diakui dan ditolak untuk hidup dan berkembang di Aceh.

Sebelumnya, lokalitas Aceh dibidang politik justru ditolak begitu terkena penguasa dan pihak lainnya. Lokalitas Aceh dibidang politik langsung disebut melanggar hukum, undang-undang dan HAM dan pihak asingpun menjadi sekutu strategis. Paradoks Aceh juga terlihat pada penerapan hukum syariat. Pelaku dari rakyat biasa dikenai sanksi syariat sementara kasus-kasus yang melanggar syariat dan idiologi Islam seperti korupsi dan lainnya tidak terkena sanksi syariat. Begitu juga manakala ada kasus-kasus pelanggaran syariat dikalangan pejabat tidak terlihat adanya penerapan hukum syariat, dengan berbagai alasan teknis.

Paradoks Aceh yang paling gawat adalah kala citra keacehan hanya dipakai sebagai alat pencitraan semata. Bukankah sangat berbahaya manakala menyebut diri sosok religius jika dalam kenyataannya curang? Bukankah sangat menakutkan manakala menyebut diri sebagai negeri yang salam (damai) jika masih hobi dengan praktek-praktek yang mendorong munculnya kekerasan? Bukankah akan sangat mengancam pembangunan Aceh jika memiliki pemimpin yang hanya baik secara pencitraan tapi buruk dalam perilaku dan moral?

Paradok Aceh itu tentu sangat berbahaya dan Punkers di Aceh telah melakukan "harakiri" sosial-politik untuk memberi self-critic agar segera mengakhiri paradoks Aceh. Jika paradoks Aceh bisa berakhir maka bukan hanya Punkers yang tersenyum lebih lebar tapi juga segenap rakyat Aceh dan bisa saja anak Punk asli kelahiran Aceh akan kembali ke khazanah kritik ala Aceh. Mereka akan segera melambaikan tangan kepada rekan-rekannya yang datang dari luar Aceh dan berucap "sampai ketemu di daerah kalian. Di sana kita akan melakukan aksi nyentrik, aneh, dan nyeleneh seperti kita lakukan di Aceh sambil menyanyikan bait lagu bukalah topengmu dengan suara yang meresahkan semua orang agar mereka juga tahu betapa resahnya kita akibat topeng mereka."

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Info Limit Tarik Tunai BCA Sesuai Jenis Kartu ATM Lengkap

Info Limit Tarik Tunai BCA Sesuai Jenis Kartu ATM Lengkap

Spend Smart
3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting saat Lupa Bawa di ATM

3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting saat Lupa Bawa di ATM

Earn Smart
[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

Whats New
Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com