JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pengamat ekonomi, bahkan pemerintah sendiri lebih setuju jika harga bahan bakar minyak (BBM) dinaikkan demi mengurangi subsidi. Pasalnya, kebijakan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi dengan cara mengalihkan ke bahan bakar gas dan pertamax sukar dilaksanakan untuk waktu dekat.
"Jadi memang dulu, bulan November, saya sudah pernah bilang kalau naikin harga sekarang ini adalah semakin cepat semakin baik," ujar Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Widjajono Partowidagdo, di Jakarta, Jumat ( 27/1/2012 ).
Ia pun berpendapat, jika tidak ada kenaikan harga BBM bersubsidi itu tandanya tidak ada kebijaksanaan sama sekali. Karena, subsidi BBM sendiri sudah mencapai Rp 165 triliun. Ditambah lagi besarnya subsidi listrik yang juga dikarenakan pemakaian BBM bersubsidi mencapai Rp 90 triliun. Total subsidi karena BBM bersubsidi berarti mencapai Rp 255 triliun.
"Padahal penghasilan minyak kita Rp 272 triliun. Jadi Rp 272 triliun diambil Rp 255 triliun. Padahal Rp 255 triliun itu bisa untuk macam-macam, bisa untuk buat orang miskin nggak miskin, bisa bikin infrastruktur, bisa bikin daerah semakin maju, dan lain sebagainya," tambah Widjajono.
Pengamat ekonomi Chatib Basri pun menyuarakan nada serupa. Chatib mengatakan, jika pemerintah mau mengurangi konsumsi BBM bersubsidi maka pemerintah harus membuat kebijakan yang tidak rumit. "Karena itu kalau ingin bikin policy datanglah dengan policy yang gampang, administrasinya jangan ruwet,monitoringnya jangan ruwet," ucap Chatib.
Pembatasan konsumsi BBM bersubsidi, ia menilai ini adalah suatu kebijakan yang rumit. Pemerintah harus mengecek apakah di setiap stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) ada pasar gelap. Menurut dia, apakah di setiap SPBU harus ditempatkan satu orang polisi untuk mengawasi jual-beli BBM. "Jadi dari sini yang paling gampang sebetulnya naikin saja," tegas dia.
Paling, kata dia, tambahan inflasi paling besar hanya 3 persen. Kenaikan harga ini pun tidak ada buktinya bisa menjatuhkan pemerintahan. Contohnya, ketika pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menaikkan harga BBM tahun 2008 , dan ia bisa terpilih lagi pada tahun berikutnya. Nggak ada bukti atau evidence bahwa pemerintah ini jatuh gara-gara itu (kenaikan harga BBM)," pungkas Chatib.
Wakil Direktur ReforMiner Institute, Komaidi, pun mengatakan, sejumlah pemangku kepentingan tidak siap dengan kebijakan pembatasan dari sisi infrastruktur. Oleh sebab itu, lembaga penelitian ini menyatakan, pemerintah sebaiknya menaikkan harga premium dan solar dengan rentang kenaikan Rp 1.000-Rp 1.500 per liternya. Sembari melanjutkan program bahan bakar gas untuk transportasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.