JAKARTA, KOMPAS.com -- Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Premium dan Solar Rp 1.500 per liter pada April akan memicu inflasi. Hal ini dikhawatirkan akan mengancam daya beli penduduk miskin dan rentan.
"Untuk itu pemerintah harus merumuskan kompensasi yang tepat untuk menopang daya beli masyarakat dalam jangka pendek maupun jangka panjang," kata Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Suahasil Nazara, dalam diskusi mengenai pengurangan subsidi BBM yang diprakarsai Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Senin (19/3/2012) di Jakarta.
Menurut Suahasil, kenaikan harga BBM akan memicu inflasi sehingga mengancam daya beli penduduk miskin dan rentan. Karena dampak inflasi sementara, perlindungan daya beli juga harus bersifat sementara. Dalam mitigasi dampak gejolak ekonomi, pemerintah harus memerhatikan kriteria program darurat meredam dampak, memberi bantuan tunai kepada kelompok miskin dan rentan.
"Jumlah bantuan harus cukup. Jika terlalu kecil, maka tidak cukup menjadi kompensasi. Jika terlalu besar, maka akan mengubah perilaku terhadap kerja dan partisipasi dalam kegiatan masyarakat, menciptakan pemotongan bantuan oleh oknum di masyarakat," tuturnya.
Tempat pengambilan bantuan tunai harus diperbanyak untuk mengurangi antrean, dan mekanisme pengaduan masyarakat harus ada dengan mekanisme penanganan yang tepat. Selain itu, mitigasi dampak gejolak ekonomi harus memerhatikan kriteria program darurat meredam dampak dengan program lain, misalnya beras untuk rakyat miskin, subsidi bagi siswa miskin dengan perbaikan pada sistem yang saat ini dijalankan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.