Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BLSM, BBM, dan Pemilu 2014

Kompas.com - 30/03/2012, 01:50 WIB

”Jika BBM tidak dinaikkan, Rp 23 triliun untuk tambahan belanja pemerintah dapat dicari. Misalnya dari penghematan pemerintah di tahun 2011 sebesar Rp 18,8 triliun dan tambahan pemasukan dari pajak Rp 5 triliun,” papar Bambang.

Namun, jika harga BBM tidak naik, tidak ada dana kompensasi yang antara lain berupa BLSM. ”Jadi, di balik rencana kenaikan harga BBM, memang tercium adanya kepentingan politik partai tertentu untuk merebut suara di Pemilu 2014,” ujarnya.

Kepentingan politik ini semakin terlihat karena dari dana kompensasi Rp 30,6 triliun hanya Rp 5 triliun untuk subsidi transportasi. Sisanya, sekitar Rp 25,6 triliun, untuk BLSM.

Belakangan anggaran untuk BLSM dipotong menjadi Rp 17 triliun karena hanya diberikan selama enam bulan dari rencana sebelumnya selama sembilan bulan. Sebanyak Rp 8 triliun dialihkan untuk pembangunan infrastruktur pedesaan.

Bambang mengaku, Golkar termasuk yang memperjuangkan dana untuk pembangunan infrastruktur pedesaan. Namun, dia mengelak saat ditanya apakah itu terkait dengan program Golkar yang banyak menyasar desa dan punya banyak kader yang menjadi kontraktor.

”Jika dana kompensasi untuk infrastruktur akan lebih bermanfaat dan adil. Citra baik tidak hanya dirasakan pemerintah pusat, tetapi juga para kepala daerah,” papar Bambang sembari menambahkan, Golkar menjadi partai yang paling banyak memiliki kepala daerah.

Jika dipakai untuk BLSM, dana kompensasi akan habis dikonsumsi. Uang yang diterima lewat BLSM juga tidak sebanding dengan kenaikan harga-harga. ”BLSM hanya menguntungkan pemerintah pusat dan Partai Demokrat,” katanya.

”Saya menduga, setelah BLSM keluar akan ada iklan seperti ’Terima kasih Bapak Presiden, dengan BLSM kami dapat membuka warung’ atau ’Terima kasih Bapak Presiden telah memperhatikan kami.’ Jika iklan itu dipasang oleh Partai Demokrat akan mengena sekali karena Presiden Yudhoyono menjadi tokoh utama di partai itu,” tutur Bambang.

Menurut Bambang, ada 18,5 juta rumah tangga penerima BLSM yang berpotensi ”terbeli” dengan kebijakan BLSM. Potensi suara yang diperoleh akan lebih besar lagi di awal 2014 atau akhir 2013 jika pemerintah menurunkan harga BBM.

Saan Mustopa, Sekretaris Fraksi Partai Demokrat yang juga anggota Badan Anggaran, mengaku tidak berpikir partainya akan mengklaim BLSM. ”Namun, kalau pemerintah, saya tidak tahu,” ujar Saan saat ditanya kemungkinan partainya mengiklankan program BLSM.

Saan mengatakan, partainya memperjuangkan BLSM karena kebijakan itu dibutuhkan untuk melindungi daya beli masyarakat akibat kenaikan harga BBM. ”Konsep BLSM memberi ikan, bukan kail. Jika harga BBM tidak naik, beban APBN akan semakin berat dan ekonomi nasional terancam,” katanya.

Di tengah berbagai polemik tentang BBM, Ketua Komisi III DPR Benny K Harman menuturkan, yang dibutuhkan dari pemerintah saat ini adalah keteladanan hidup sederhana. ”Menteri, misalnya, tidak usah memakai mobil mewah. Cukup kelas Toyota Kijang,” kata politisi dari Partai Demokrat itu.

Ironisnya, kesederhanaan dan apalagi kejujuran ini semakin sulit dicari dalam politik Indonesia saat ini. (M Hernowo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com