Jakarta, Kompas
Demikian dikatakan pengamat transportasi Rudy Thehamihardja, Selasa (1/5), di Jakarta. ”Terkecuali, pemerintah hanya fokus bagi gasitifikasi angkot,” ujarnya.
Pelaksanaan program BBG di Palembang sering dijadikan contoh berhasil. Per Maret 2012, tercatat ada 147 angkot memakai BBG, naik dari 69 angkot pada Januari 2012.
Namun, pada Senin (30/4), justru stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBBG) di Terminal Kampung Rambutan tidak beroperasi. Akibatnya, terjadi antrean penumpang pada pagi dan sore hari karena frekuensi bus transjakarta berkurang.
Rudy menambahkan, kalau penggunaan gas hanya angkot, volumenya kecil meski jumlah angkot banyak. Di Indonesia, ada 106.582 angkot. Bus kecil seperti metromini 314.625 unit, bus sedang sebanyak 60.117 unit, dan bus besar 48.444 unit.
Untuk bus sedang dan bus besar, kata Rudy, harus diinvestasikan uang cukup besar untuk membeli mesin sebab tidak
Direktur Bina Sarana Transportasi Perkotaan Kementerian Perhubungan Elly Sinaga paham, mesin solar tidak dapat hanya diberikan konverter. Akan tetapi, kebijakan untuk memberikan
Rudy mengingatkan, tanpa persiapan matang, nasibnya sama dengan program BBG untuk angkutan di Bogor.
”Telah dibagikan 3.000-an konverter, tetapi tak dipakai. Lalu, Pemkot Bogor menyediakan lahan gratis bagi SPBBG, tetapi tak ada swasta yang tertarik membangunnya,” katanya.
”Pemerintah tak cukup hanya memikirkan ketersediaan pasokan, atau bagaimana membangun jaringan distribusi. Harus pula dipikirkan kesiapan dari angkutan umum,” kata Rudy.