Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengaturan BI Tidak Selaras

Kompas.com - 08/06/2012, 03:08 WIB

Jakarta, Kompas - Pengaturan kepemilikan saham bank yang segera diluncurkan Bank Indonesia dinilai tidak selaras dengan Arsitektur Perbankan Indonesia. Aturan ini juga belum diyakini mampu membantu penetrasi kredit perbankan dan meningkatkan akses masyarakat.

Menurut senior ekonom Standard Chartered Indonesia, Fauzi Ichsan, aturan kepemilikan ini relatif baru karena tidak disepakati sebelumnya dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Padahal, API semacam pedoman atau tujuan yang disepakati sektor perbankan.

”Apakah aturan ini bisa membantu penetrasi perbankan yang saat ini rasio kredit terhadap produk domestik bruto sekitar 30 persen?” tanya Fauzi Ichsan di Jakarta, Kamis (7/6).

Sejumlah hal yang diatur dalam API yang dirilis pada 9 Januari 2004 adalah modal minimal bank Rp 100 miliar. Selain itu, dalam 10-15 tahun mendatang, jumlah bank umum juga akan berkurang menjadi 35-58 bank dari 120 bank saat ini.

Rinciannya, 2-3 bank internasional bermodal Rp 50 triliun atau lebih, 3-5 bank nasional dengan modal Rp 10 triliun-Rp 50 triliun, dan 30-50 bank segmen tertentu dengan modal Rp 100 miliar-Rp 10 triliun.

”Aturan baru ini juga tidak akan mengurangi jumlah bank dengan seketika,” kata Fauzi Ichsan.

Kepala Biro Humas BI Difi Ahmad Johansyah yang dihubungi Kompas menyatakan, aturan kepemilikan ini menyiapkan bank berkualitas dan berdaya saing. Persaingan itu tidak hanya di dalam negeri, tetapi bisa memenuhi kualifikasi ASEAN.

”BI tidak mengasumsikan semua bank nantinya harus divestasi. Hanya bank yang tidak sehat,” ujar Difi.

Asing masuk

Dalam diskusi tentang aturan kepemilikan saham bank, kemarin, Fauzi Ichsan juga memaparkan, kepemilikan asing terhadap bank di Indonesia bisa meningkat. Alasannya, investor asing memiliki dana untuk membeli saham bank, bahkan bersedia menata bank dan memperoleh keuntungan dalam waktu lama.

Sebaliknya, investor lokal lebih banyak berinvestasi ke bidang yang memberikan imbal hasil atau keuntungan dalam waktu cepat.

Aturan BI itu berdasarkan good corporate governance (GCG) atau tata kelola dan peringkat kesehatan (PK) bank. Bank dengan nilai PK dan GCG 3, 4, dan 5 harus mencari mitra baru. Masing-masing, yakni lembaga keuangan atau bank, korporasi, dan individu atau keluarga dibatasi 40 persen, 30 persen, dan 20 persen.

Kepala Ekonom PT Bakrie & Brothers Tbk Kahlil Rowter menyikapi secara kritis pentingnya transparansi dalam penilaian GCG. Kriterianya juga harus jelas agar tidak ada subyektivitas.

Di sisi lain, potensi penarikan dana besar-besaran terhadap suatu bank bisa terjadi tatkala bank itu disebutkan memiliki PK dan GCG buruk.

Risiko lain berupa perubahan perilaku pemilik bank. Dengan kepemilikan mayoritas, pemilik dan direksi bisa memiliki pemikiran yang sama.

”Kalau pemiliknya terlalu banyak, harus ada kompromi para pemiliknya. Apakah ada jaminan bahwa pemilik baru setelah divestasi lebih baik?” ujar Kahlil.

Menurut Difi, BI yang bisa memastikan bahwa mitra baru bank pascadivestasi akan lebih baik. Dengan demikian, kondisi bank juga membaik.

Saat ini masih ada bank umum dengan kondisi PK maupun GCG kurang dari 1 dan 2. Namun, Difi menolak merinci jumlah dan kategorinya. (idr)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kecelakaan KA Pandalungan dan Mobil Sebabkan Perjalanan KA Terlambat, Penumpang Dapat Kompensasi

Kecelakaan KA Pandalungan dan Mobil Sebabkan Perjalanan KA Terlambat, Penumpang Dapat Kompensasi

Whats New
Hari Apresiasi Seller Tokopedia, GNET Raih Posisi Pertama di Kategori Pertukangan

Hari Apresiasi Seller Tokopedia, GNET Raih Posisi Pertama di Kategori Pertukangan

Rilis
Waskita Karya Bakal Jadi Anak Usaha Hutama Karya pada September 2024

Waskita Karya Bakal Jadi Anak Usaha Hutama Karya pada September 2024

Whats New
Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tertinggi sejak 2015

Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tertinggi sejak 2015

Whats New
IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

Whats New
Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Whats New
Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Whats New
Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Whats New
Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Whats New
Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Whats New
Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Whats New
Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

Whats New
Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Whats New
BEI Ubah Aturan 'Delisting', Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

BEI Ubah Aturan "Delisting", Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com