Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengukur Pertumbuhan Inklusif

Kompas.com - 10/07/2012, 02:06 WIB

Neraca perdagangan saat ini memang surplus oleh ekspor perkebunan dan tambang, tetapi pembangunan tak akan berkelanjutan kalau satu-satunya cara untuk bertahan dilakukan dengan merusak sumber daya alam.

Ekspor bauksit, misalnya, kalau pada tahun 2004 diekspor 1 juta ton, tahun 2010 sudah 27 juta ton, tahun 2011 naik menjadi 40 juta ton. Menurut catatan Prof Emil Salim, cadangan bauksit akan habis sekitar tahun 2018.

Cadangan besi, nikel, tembaga akan habis dalam 10, 15, dan 45 tahun. Cadangan minyak bumi dan gas alam akan habis dalam 11 dan 33 tahun. Cadangan batubara habis dalam 64 tahun. Berbagai data juga menunjukkan, sedikitnya 1 juta hektar hutan di Indonesia rusak dan hilang per tahun.

Koreksi

Dalam diskusi lain, Prof Emil Salim menjelaskan, pembangunan ekonomi selama ini didominasi oleh paradigma ”pasar sebagai alokasi sumber daya untuk output yang efisien”. Perkembangan pembangunan melahirkan dampak sosial serius dan pelanggaran hak-hak asasi manusia, seperti kemiskinan dan ketimpangan, konflik, serta persoalan lingkungan, termasuk ancaman perubahan iklim dan merosotnya keragaman hayati.

Melihat luasnya spektrum perusakan atas nama pertumbuhan, istilah ”pertumbuhan hijau (green growth)” tak cukup memadai menghitung kerusakan dan menipisnya sumber daya alam. Istilah ”pertumbuhan inklusif (inclusive growth)” dipilih karena mencakup konteks lebih luas, termasuk permasalahan sosial akibat eksploitasi sumber daya alam (sosial-ekologis) yang dihilangkan dalam penghitungan pertumbuhan.

Selama ini kemajuan lebih dipahami sebagai tingginya PDB. Namun, indikator konvensional itu dikritik sebagai dukungan terhadap pertumbuhan jangka pendek dan tidak berkelanjutan karena mengabaikan dampak penghancuran terhadap ekosistem lingkungan dan sosial. PDB ternyata tidak mampu mencerminkan kesejahteraan manusia dan situasi sumber daya alam suatu negara.

Kekayaan inklusif

Maka Program Perserikatan Bangsa- Bangsa untuk Lingkungan (UNEP) bersama Program Dimensi Manusia Universitas PBB (IHDP) di Rio de Janeiro meluncurkan ukuran baru, yakni Inclusive Wealth Index (IWI) atau Indeks Kekayaan Inklusif dalam Rio+20 (18/6).

Laporan berjudul ”Inclusive Wealth Report 2012: Measuring Progress Toward Sustainability” itu menegaskan bahwa pencapaian yang hakiki harus terfokus pada kesejahteraan manusia saat ini dan pada generasi mendatang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com