Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjaga Rafflesia di Habitatnya

Kompas.com - 31/07/2012, 02:34 WIB

Proyek penelitian

Pada awalnya, Agus yang berlatar belakang ilmu ekologi tak terlalu tertarik dengan Rafflesia. Namun, jalan hidup justru membawanya semakin dekat dengan bunga Rafflesia.

Tahun 1999-2000, misalnya, ia mendapat proyek penelitian tentang distribusi Rafflesia di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Ia juga berkesempatan ikut kursus keanekaragaman hayati di Bogor pada tahun 2000, yang mempertemukan dia dengan Kamarudin Mat Salleh, pakar Rafflesia dari UKM.

Kamarudin Mat Salleh menawarinya beasiswa belajar di Malaysia. Agus menerima tawaran itu, dan mulai menekuni Rafflesia.

Saat mengerjakan disertasi di Malaysia, setiap malam Minggu ia menyambangi hutan simpanan di Pahang untuk melihat Rafflesia. Agus terkadang menanti bongkol Rafflesia mekar selama berhari-hari di hutan guna mendokumentasikannya. Jadwal rutin pada malam Minggu itu menciptakan kedekatan dan keterikatannya dengan Rafflesia.

Tak heran, cerita Agus, peneliti Rafflesia sering dijuluki ”orang gila”. Mereka harus masuk dan menginap di hutan hanya untuk melihat sebuah bunga mekar. Padahal waktu mekar bunga itu pun tak jelas kapan. Ini memerlukan pengorbanan tenaga, waktu, dana, dan pikiran.

”Waktu itu, kalau ada bongkol bunga (Rafflesia) mau mekar, saya sudah punya feeling kapan bunga itu mekar sempurna. Ketika kami cek, benar ada bunga yang mekar. Seolah ada keterikatan kami dan Rafflesia di sini,” ujarnya.

Seharusnya bangga

Agus menyatakan, Indonesia seharusnya bangga karena memiliki 14 dari sekitar 25 jenis Rafflesia di dunia. Dari jumlah itu, 11 jenis di antaranya berada di Sumatera. Namun, faktanya, amat sedikit orang yang peduli dengan bunga langka ini. Di Indonesia, peneliti Rafflesia pun bisa dihitung dengan jari.

Sebagai perbandingan, dalam lima tahun terakhir, Filipina menemukan lima jenis Rafflesia baru. Di Indonesia, hanya ada tiga penemuan jenis Rafflesia baru dalam waktu hampir 30 tahun. Ketiga jenis itu adalah Rafflesia bengkuluensis (2005), Rafflesia lawangensis (2010), dan Rafflesia maejerii (2010). Dua di antaranya ditemukan Agus. Itulah sebabnya Filipina mengklaim diri sebagai pusat penyebaran Rafflesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com