Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Ekonomi Biru

Kompas.com - 29/08/2012, 08:25 WIB

KOMPAS.com - Indonesia boleh berbangga. Kiprahnya di forum internasional kian dikenal dengan gagasan Blue Economy (ekonomi biru). Konferensi Pembangunan Berkelanjutan PBB Rio+20 di Rio de Janeiro, Brasil, Juni 2012, menjadi bukti peran Indonesia untuk mengajak dunia berpaling ke laut.

Laut sebagai masa depan merupakan ide cemerlang di tengah visi pembangunan berkelanjutan. Pembangunan yang mengedepankan keseimbangan antara upaya pertumbuhan global dan pembangunan berwawasan lingkungan.

Maka, tindak lanjut komitmen Indonesia untuk membangun visi ekonomi berbasis kelautan menjadi wajar dinantikan. Tak dimungkiri, laut yang menyimpan kekayaan sumber daya perikanan, energi terbarukan, keanekaragaman hayati, transportasi, dan pariwisata adalah pundi-pundi ekonomi masa depan.

Transaksi berjalan tak lagi defisit menjadi suatu keniscayaan jika seluruh potensi bahari diberdayakan. Ekonomi biru sekaligus menjadi pilar ketahanan pangan menghadapi krisis pangan dunia. Untuk itu, komitmen pemerintah dan keberpihakan anggaran menjadi mutlak diperlukan.

Sayang, harapan itu bak jauh panggang dari api. Dalam pidato pengantar nota keuangan dan RAPBN-2013 di Gedung DPR, 16 Agustus malam, belum terlihat keseriusan pemerintah membangkitkan sektor kelautan dan perikanan. Tak ada insentif ataupun skim subsidi bagi nelayan dan pembudidaya ikan untuk mendorong daya saing.

Subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) untuk kapal nelayan yang digulirkan setiap tahun tak ada bedanya dengan subsidi BBM bagi masyarakat pengguna kendaraan bermotor. Bahkan, nelayan yang tak terjangkau stasiun pengisian bahan bakar nelayan terpaksa membeli BBM eceran dengan harga tinggi untuk melaut.

Pemberdayaan nelayan dan pelaku usaha perikanan di Tanah Air selama ini menjadi ”barang” mahal. Sementara sekitar 20 persen penduduk miskin merupakan masyarakat pesisir yang didominasi nelayan. Angka kemiskinan sulit ditekan.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo, dalam iklan layanan masyarakat di televisi, menekankan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada.

Menurut Cicip, kontribusi sektor kelautan dan perikanan terhadap produk domestik bruto terus meningkat, bahkan melebihi sektor pertanian. Hingga Juni 2012, pertumbuhan PDB sektor perikanan mencapai 6,8 persen, sedangkan pertanian naik 3,42 persen.

Pengabaian negara terhadap upaya nyata kebangkitan bahari menjadi ironi di tengah gaung Indonesia pada dunia untuk berpaling ke laut. Masih belum ada kata terlambat untuk serius membangkitkan laut sebagai ekonomi masa depan sehingga ajakan internasional itu tidak terkesan manis ”di bibir” saja. (BM Lukita Grahadyarini)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com