Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjaga Reputasi Keluarga

Kompas.com - 29/10/2012, 07:44 WIB

KOMPAS.com - Dalam percakapan dengan Kompas pekan lalu, usahawan dan mantan Wakil Presiden Republik Indonesia menyebut keluarganya mempertahankan nama usaha PT Hadji Kalla. Tidak ada rencana mengubah nama usaha itu, kendati skala bisnis telah berkembang sangat luas.

Jusuf mengungkapkan, ”Baik juga menggunakan nama keluarga untuk usaha. Kami otomatis menjaga kelanjutan usaha itu sebaik-baiknya, sebab kalau kinerja menurun atau bahkan terancam, kami langsung malu karena nama Kalla yang digunakan”.

Banyak perusahaan di Indonesia menggunakan nama keluarga sebagai merek dagang atau nama perusahaan. Lihat misalnya Hasjim Ning, Pardede, Bakrie, Latekko Tjambolang, La Tunrung, Santini, Salim, Gelael, Liman, Ciputra, dan sebagainya. Bisnis yang menggunakan nama bertahan cukup lama. Ada yang sudah sampai generasi ketiga, dan bahkan keempat.

Di belahan dunia lain, sebutlah Amerika Serikat, penggunaan nama keluarga acap dilakukan dan umumnya sukses. Misalnya Baskin Robbins Ice Cream (pendirinya Burt Baskin dan Irv Robbins). Perusahaan produk audio Bose (Amar G Bose). Produsen otomotif Harley Davidson (William Harley dan Arthur Davidson), dan Ford Motor Company (Henry Ford). Produsen komputer Hewlett Packard (William Redingron Hewlett dan Dave Packard).

Akan tetapi, menggunakan nama keluarga tidak selalu berdampak baik. Bila performa perusahaan turun atau ambruk, nama pendiri menjadi terusik. Kasihan pendiri perusahaan itu yang dengan susah payah membangun nama besar perusahaannya. Tiba-tiba perusahaan itu tidak mampu menyintas dalam persaingan. Untuk mengangkat kembali reputasinya tentu tidak mudah. Perlu energi luar biasa, dan investasi besar.

Mungkin karena terpanggil menjaga reputasi keluarga, kini terasa benar keinginan menjadi perusahaan yang meminggirkan asumsi bahwa perusahaan besar hanya bertahan dalam tiga generasi. Generasi pertama mendirikan dan mengembangkan perusahaan itu. Generasi kedua bersenang-senang dan menguras hasil keuntungan yang diperoleh generasi pertama. Generasi ketiga menutup perusahaan besar itu.

Generasi sekarang, menunjukkan performa menakjubkan. Perusahaan besar Salim, Agung Podomoro, Ciputra, Liman, Gelael, La Tunrung, Hadji Kalla, dan sebagainya.

Grup Ciputra kini mulai diperkuat oleh generasi ketiga yang mempunyai reputasi cemerlang di bangku sekolah luar negeri. Grup Santini dengan pemimpin gerbong Sofjan Wanandi sudah hampir 15 tahun mengoper kepemimpinan kepada anak-anaknya. Anak-anak Sofjan, Emmanuel ”Wandi” Lestarto, Luki Wanandi, dan Paulus Wanandi, mampu mengembangkan perusahaan yang didirikan Sofjan. Anak-anak ini memacu perusahaan lebih berkembang.

Kunci sukses anak-anak penerus generasi ini adalah mereka kenyang oleh gemblengan. Usai mengenyam pendidikan di luar negeri, mereka bekerja beberapa tahun di sana, lalu kembali ke Indonesia. Di Tanah Air, mereka menerima gemblengan lagi di lapangan. Mereka tidak langsung menjadi direktur utama atau CEO, tetapi berangkat dari level pekerja lapangan. Kalau terbukti mampu, karier mereka menanjak menjadi supervisor, wakil manajer, manajer, wakil GM lalu GM, direktur, senior direktur kemudian CEO. Perjalanan mereka untuk ke puncak cukup berliku dan penuh onak.

Itu sebabnya ketika duduk di kursi puncak, mereka tidak terkejut, tidak jua gegabah. Pengalaman ditempa generasi pertama, mereka tularkan ke generasi ketiga. Kondisi ini misalnya tampak di Grup Sinar Mas. Michael Widjaja (27), kini sudah menjadi CEO Sinar Mas untuk bisnis properti. Ia mengendalikan dana puluhan triliun rupiah.

Kini waktu yang akan membuktikan, apakah mereka akan mampu setangguh leluhurnya dalam mengembangkan bisnis raksasa keluarga mereka? (Abun Sanda)

Baca artikel tulisan Abun Sanda lainnya:
Buka Wawasan Pengusaha
Bisnis Terbaik

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com