Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meraih Kembali Keutuhan ASEAN

Kompas.com - 20/11/2012, 02:42 WIB

Meski demikian, aktivis dan LSM HAM di Indonesia, ASEAN, ataupun internasional mengkritik deklarasi HAM ASEAN ini. Phil Robertson dari Human Rights Watch menyatakan, secara tertulis deklarasi masih di bawah standar internasional dan bisa dimanfaatkan pemerintah ASEAN guna membenarkan tindak kekerasan kepada warganya.

Navi Pillay, komisioner HAM PBB asal Afrika Selatan, mengungkapkan kegalauannya melihat proses perumusan deklarasi tanpa melalui konsultasi publik secara memadai. Pokok kekhawatirannya terutama pada kata- kata bahwa HAM dan kebebasan fundamental dapat dibatasi untuk memenuhi keperluan keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan rakyat, keamanan publik, dan moralitas umum. Pengertian ini kian dilunturkan dengan rumusan kalimat bahwa penghormatan dan perlindungan HAM harus memperhitungkan konteks nasional dan regional seraya mempertimbangkan latar belakang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, sejarah, dan agama yang berbeda. Pillay mengimbau Ketua ASEAN dan pemimpin ASEAN lain menunda adopsi Deklarasi HAM ASEAN.

Rekonsiliasi

Ketiga, pengumuman kelahiran The ASEAN Institute for Peace and Reconciliation (AIPR). Pasal 22, 23, dan 24 dari Piagam ASEAN yang diadopsi pada 2007 telah meminta agar negara-negara ASEAN mencari mekanisme penyelesaian sengketa antaranggota ASEAN secara damai dan dapat diterima semua pihak di ASEAN. Memang benar bahwa Treaty of Amity and Cooperation (TAC) telah memiliki high council yang dirancang sebagai forum penyelesaian sengketa antarnegara ASEAN secara damai. Namun, pada kenyataannya, sengketa antarnegara ASEAN pada masa lalu diselesaikan melalui forum Mahkamah Internasional (International Court of Justice) atau Dewan Keamanan PBB. Berarti, high council belum berfungsi sesuai harapan.

Maka, KTT Phnom Penh akan meresmikan kelahiran AIPR yang berkedudukan di Indonesia. AIPR diharapkan dapat melakukan studi mengenai akar permasalahan yang mendorong lahirnya konflik di ASEAN. Dengan pengetahuan ini diharapkan AIPR dapat membuat langkah pencegahan konflik, menjadi penengah konflik, menjadi pemantau proses perdamaian, ataupun terlibat dalam pembangunan wilayah konflik agar perdamaian dapat berkelanjutan (post-conflict peace building).

Meski demikian, perhatian delegasi ataupun pengamat akan tertuju pada bagaimana Kamboja menangani masalah Laut China Selatan yang telah menggagalkan kesepakatan dalam Pertemuan ARF, Juli lalu. Para menteri dalam konferensi tingkat menteri Juli lalu gagal mencapai kesepakatan untuk pertama kalinya sejak kelahiran ASEAN 45 tahun lalu mengenai sengketa Laut China Selatan. Tumpang tindih klaim antara China, Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam di samping Taiwan telah mendorong macetnya pembahasan mengenai rumus komunike bersama soal tersebut. Kamboja dikritik berbagai pihak terlalu mengakomodasi kepentingan China sehingga membahayakan keutuhan ASEAN. Sebagai Ketua ASEAN, Kamboja diharapkan melakukan manuver lebih asertif untuk memelihara solidaritas dan keutuhan ASEAN sambil mencari kesepakatan politik bersama.

Patut dicatat, telah beredar rancangan kode perilaku (code of conduct) di Laut China Selatan sebagai perkembangan baru. Dalam rancangan itu dimasukkan elemen mengenai pencegahan konflik dan pengelolaan sengketa wilayah maritim. Dalam konteks ini diperlukan kelincahan ASEAN agar China bersedia duduk bareng membahas rancangan sebagai buah nyata pelaksanaan The Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea yang ditandatangani pada 2002. ASEAN sebagai wilayah yang berkembang pesat telah menarik perhatian negara-negara besar dunia seperti AS dan China yang ingin mengembangkan pengaruh di kawasan ini. Selama empat dekade, ASEAN berkembang menjadi negara-negara Asia Tenggara yang bersatu secara kohesif. Dengan demikian, dalam tiap kesempatan penting, seperti ASEAN+1, ASEAN+3, dan KTT Asia Timur, ASEAN selalu mengadvokasi sentralitas ASEAN.

Hal itu melahirkan platform ASEAN yang nyaman, imparsial, dan jauh dari cara-cara kekerasan, misalnya dalam bentuk TAC, ZOPFAN, dan SEANWFZ. Indonesia sebagai negara dengan wilayah terbesar, penduduk terbanyak, dan PDB tertinggi di ASEAN perlu berusaha habis-habisan meraih kembali keutuhan ASEAN yang sangat penting maknanya bagi tegaknya Komunitas ASEAN pada 2015.

Makarim Wibisono Direktur Eksekutif ASEAN Foundation

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com