Dalam konteks kerja sama inilah kemudian fungsi pengawasan dan pengendalian—yang selama ini dijalankan BP Migas dengan sistem kontrak kerja sama—diperlukan. Jadi, tingkat pengawasan dan pengendalian sebenarnya hanya pada tingkat manajemen operasi kegiatan usaha, seperti perusahaan mengawasi rekanan atau kontraktornya (business to business/B to B). Maka, yang diperlukan badan usaha negara, bukan organ pemerintah.
Kita sebenarnya telah memiliki Pertamina sehingga tak harus mendirikan dari nol. Cikal bakal perusahaan hulu migas negara yang dimaksud juga telah ada, yaitu Pertamina Hulu Energi (PHE) dan Pertamina Eksplorasi Produksi (PEP). Keduanya saat ini merupakan anak usaha PT Pertamina (Persero). Namun, kita tak ingin pengalaman ”pahit” di mana pemusatan semua aktivitas migas, baik di hulu, tengah, dan hilir, ada pada Pertamina. Oleh karena itu, sebelum menetapkan keduanya sebagai representasi dari negara dalam pengelolaan migas, pemerintah perlu terlebih dahulu merestrukturisasi PT Pertamina (Persero).
PHE dan PEP sebaiknya dikeluarkan—tidak lagi menjadi anak usaha—dari PT Pertamina (Persero) dan menjadi dua perusahaan hulu migas negara yang secara langsung dan khusus (lex specialis) berada di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Keduanya dapat menjadi manifestasi amanat putusan MK tentang penguasaan dan pengelolaan migas yang konstitusional. PEP dapat berfungsi sebagai perusahaan hulu migas negara yang mengelola blok-blok migas secara mandiri.
Sementara PHE menjadi perusahaan hulu migas negara yang khusus mengelola blok-blok migas yang dikerjasamakan dengan pihak lain melalui kontrak kerja sama, semacam ”BP Migas baru” tetapi berbentuk badan usaha.
Sumber daya (manusia) yang sangat berharga pada institusi eks BP Migas dapat menjadi tulang punggung kedua perusahaan hulu migas negara tersebut.