Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PT KAI Sterilkan Stasiun

Kompas.com - 04/12/2012, 03:21 WIB

Jakarta, Kompas - PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi I menertibkan penumpang tidak bertiket dan pedagang asongan di peron stasiun untuk meningkatkan kenyamanan penumpang. Dalam jangka panjang harus ada regulasi mengenai standar pelayanan di peron stasiun.

Pembongkaran kios pertama dilakukan di Stasiun Cilebut dan Bojong Gede, Sabtu lalu. Pekan ini, pembongkaran kios dilakukan di beberapa stasiun di lintas Bogor. Kebijakan penertiban pedagang di semua stasiun yang dilalui kereta rel listrik (KRL) diperkirakan menelan waktu tiga bulan.

Kepala Humas PT KAI Daop I Mateta Rijalulhaq, Senin (3/12), mengatakan, kios di peron akan dibongkar. Sebagian pemilik kios bersedia membongkar sendiri kios mereka. Pengguna kios yang masih terikat kontrak juga sudah diselesaikan sebelum dibongkar.

”Dengan pembongkaran kios ini, ruang di peron nantinya akan dikhususkan untuk penumpang kereta yang sudah memiliki tiket,” katanya.

Selain kios, pedagang asongan juga tidak diperkenankan masuk hingga peron. Mengantisipasi agar pedagang tidak lagi masuk peron, maka akses liar menuju stasiun ditutup. Pihaknya juga akan memperkuat pengawasan di pintu masuk stasiun untuk mengecek tiket penumpang. Pada tahun 2013, akan diberlakukan tiket elektronik.

”Untuk itu, akses liar ke stasiun harus ditutup. Ini yang sedang kami lakukan dengan didukung oleh aparat,” ujarnya.

Dalam penertiban kemarin, ujar Mateta, PT KAI melibatkan 240 personel Marinir, 142 personel Brimob, 40 personel Polsuska, 100 personel PKD, dan 100 pegawai PT KAI. Saat operasi penertiban, pihaknya menurunkan penumpang tidak bertiket, tetapi belum ada sanksi bagi para pelanggar.

Regulasi

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Sudaryatmo mengatakan, pengutamaan peron untuk kepentingan penumpang merupakan langkah positif.

”Selama ini, banyak peron di stasiun yang dipenuhi pedagang. Akibatnya, penumpang harus berdiri di dekat rel. Ini berbahaya untuk keselamatan konsumen,” papar Sudaryatmo.

Akan tetapi, Sudaryatmo mempertanyakan bagaimana kios dan pedagang bisa masuk sampai ke peron. Keberadaan mereka tidak mungkin ada tanpa sepengetahuan kepala stasiun setempat. Selain itu, kondisi ini sudah berlangsung lama.

”Untuk mencegah kejadian serupa terulang lagi, perlu regulasi yang berlaku standar di semua stasiun tentang kios atau pedagang asongan. Hal ini harus menjadi kebijakan umum di semua stasiun. Kalau tidak, bisa saja kios atau pedagang asongan kembali memenuhi peron di kemudian hari,” ujar Sudaryatmo.

Pendekatan penumpang

Terkait penertiban penumpang, Sudaryatmo menilai persoalan yang terjadi bertahun-tahun ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan penertiban. Diperlukan juga pendekatan operator dan regulator kepada penumpang yang tidak bertiket atau yang duduk di atap kereta.

”Ini bukan soal teknis semata, tetapi ada persoalan kultur atau perilaku. Kalau dianggap semata hanya soal teknis, maka solusinya juga teknis, seperti halnya menaruh penghalang atau penertiban,” katanya.

Dia mengakui, perubahan perilaku tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Lewat kampanye terus-menerus tentang bahaya duduk di atap, Sudaryatmo percaya akan bisa mengubah perilaku penumpang.

”Ketimbang mengerahkan pasukan besar untuk penertiban, apakah tidak ada opsi lain bagi konsumen kereta ini? Apalagi, penumpang juga manusia yang bisa diajak bicara,” ucapnya.

Selain itu, ada juga problem kesenjangan antara pertumbuhan penumpang yang tinggi dan kesiapan infrastruktur untuk menambah perjalanan kereta, terutama kereta ekonomi. Hal ini juga yang mendorong warga akhirnya memilih atap untuk bisa sampai ke tujuan. (ART)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com