Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenhub Selalu Monitor Maskapai

Kompas.com - 05/02/2013, 09:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perhubungan menegaskan setiap tahun pihaknya selalu memonitor perkembangan bisnis penerbangan yang ada di Indonesia. Pemantauan itu berupa pemeriksaan keuangan perusahaan. Sebelum dipailit, Batavia Air juga selalu dimonitoring.

”Dalam audit yang dilakukan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan menunjukkan mempunyai kemampuan finansial yang baik tahun 2011. Saat itu, kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek dan panjang cukup baik, dan arus kas juga baik. Namun tahun 2012 kemampuan finansialnya memang menurun drastis,” kata Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono, di Jakarta, Senin (4/2/2013).

Menurut Bambang, kompetisi di dunia penerbangan sangat tinggi. Bisnis ini butuh padat modal, padat teknologi, dan padat karya. Sumber daya manusia yang dibutuhkan bisnis ini harus mempunyai keterampilan khusus sehingga harus dibayar mahal.

”Kondisi ini menjadi tantangan bagi manajemen perusahaan untuk memenangi pasar. Apalagi sejak deregulasi penerbangan tahun 2000, tantangan semakin berat karena perusahaan kian banyak,” kata Bambang.

Melihat tantangan yang sangat besar inilah maka Kementerian Perhubungan harus memastikan banyak hal sebelum memberikan izin operasi kepada perusahaan penerbangan baru.

”Mereka harus mampu memastikan faktor keamanan, rencana bisnis, rasio awak, jumlah pesawat, dan sebagainya,” ujar Bambang. Dalam praktiknya, tantangan ini cukup berat. Banyak perusahaan yang berguguran karena tidak mempunyai manajemen yang kuat.

Pengamat industri penerbangan, Chappy Hakim, yang dihubungi Kompas di Jakarta, Senin, menambahkan, pertumbuhan bisnis maskapai pesawat terbang yang pesat, menjadi lahan bisnis yang menjanjikan bagi segelintir pihak, namun hal tersebut tidak didukung oleh kualitas SDM. Faktor inilah yang menjadi penyebab terjadi pailit di beberapa maskapai penerbangan di Indonesia.

Menurut Chappy, persaingan bisnis maskapai penerbangan yang tidak sehat apabila para pekerjanya tidak memiliki kemampuan tentang ilmu penerbangan, maka berpeluang untuk terjadi masalah serupa yang dialami oleh Batavia Air.

Pailitnya Batavia Air membuat harga tiket naik terutama pada rute penerbangan yang sebelumnya diisi Batavia Air. Mariyam Seri, salah satu penumpang Batavia yang ditemui di Terminal 1 Bandara Soekarno-Hatta, Senin, mengungkapkan bahwa dirinya harus membayar mahal untuk tiket dari maskapai lain.

”Harga tiket Batavia Air yang biasa saya beli untuk tujuan Ternate hanya Rp 1, 2 juta. Namun ketika kemarin saya mengecek di agen perjalanan untuk maskapai Sriwijaya Air sudah naik hingga Rp 1,46 juta,” kata Mariyam.

Hal yang sama dipaparkan oleh Fery Nadra. Ferry yang hendak ke Padang, Sumatera Barat, membeli tiket Citilink yang melonjak 50 persen. Dia membayar Rp 772.000 dibandingkan harga tiket biasanya Rp 400.000.

Sementara itu, salah satu dari tim kurator PT Metro Batavia saat dihubungi Kompas, Turman M Panggabean, menyatakan, pihak kurator baru mendapatkan data-data mengenai utang Batavia Air pada Senin ini.

Adapun data utang Batavia Air mencapai Rp 1,25 triliun, dengan rincian Rp 95 miliar utang pada penumpang dan agen pemegang tiket, Rp 230 miliar utang bank, Rp 60 miliar utang pajak, Rp 140 miliar utang karyawan, dan Rp 500 miliar utang sewa pesawat.

Melalui iklan di Kompas halaman 29 hari Senin (4/2/2013), para kurator mengungkapkan jadwal penyelesaian semua kewajiban Batavia Air. (arn/K06/K04)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com