Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Jamin Harga Bawang Turun

Kompas.com - 16/03/2013, 02:31 WIB

Meski demikian, Banun belum bersedia merinci hasil temuannya itu baik terkait jumlah peti kemas, jenis komoditas, maupun volume dan jenis pelanggarannya. ”Nanti malam (malam ini) akan ada penjelasan langsung dari pemerintah,” katanya.

Banun mengatakan, sebagian dari ratusan peti kemas itu berisi bawang putih. Komoditas itu tertahan karena belum dilengkapi rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH). Padahal, syarat mengimpor harus ada izin impor, dan izin impor baru keluar jika ada rekomendasi dari Kementerian Pertanian.

Kemungkinan pemerintah melepas bawang putih impor yang menumpuk di Tanjung Perak, Guru Besar Sosial Ekonomi Industri Pertanian Universitas Gadjah Mada M Maksum mengatakan, dalam menyelesaikan masalah pemerintah harus menempuh cara yang baik.

”Kalau sampai pemerintah melepas barang impor ilegal itu ke pasar, itu sangat memprihatinkan. Kalau itu yang diambil sebagai solusi, publik makin geli dengan pemerintah,” ujarnya.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan indikasi pelanggaran usaha impor terkait penumpukan peti kemas bawang putih di Pelabuhan Tanjung Perak. Jika terbukti ada penimbunan, aparat penegak hukum dapat bertindak karena hal itu sudah masuk ranah pidana.

Ketua KPPU Nawir Messi mengungkapkan, indikasi penimbunan itu antara lain terdapat 109 peti kemas berisi bawang putih yang dibiarkan menumpuk di Surabaya selama enam minggu meskipun dokumen perizinan lengkap. Penumpukan peti kemas itu diduga sengaja dilakukan untuk menahan suplai dan membuat harga naik.

”Peti kemas ini tidak juga diambil. Dari sisi persaingan, kelihatannya sengaja untuk menggerakkan harga naik dengan menahan suplai,” ujar Nawir.

Di Surabaya, KPPU mengecek peti kemas berisi bawang putih yang tertahan. Selain 109 peti kemas yang dibiarkan menumpuk, juga ada lebih dari 394 peti kemas yang tertahan karena tidak memiliki RIPH dan surat persetujuan impor.(ATO/MAS/DEN/NIK/INK/REK/ITA/RIZ/ILO/WIE/ODY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com