PURBALINGGA, KOMPAS
Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan (Dintanhutbun) Purbalingga Lily
”Minat petani Purbalingga pada budidaya tebu sangat tinggi. Mereka terutama memanfaatkan daerah-daerah lahan kering,” katanya. Salah satu yang menjadi pemicu antusiasme menanam tebu adalah pencanangan program swasembada gula 2014.
Ketua Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPRT) Sehati Purbalingga Kisno Wiyandono mengungkapkan, meski hanya memanfaatkan lahan kering dan tanah tadah hujan, hasil yang didapat para petani cukup menjanjikan. Pasalnya, modal tanam tebu cukup rendah dibandingkan tanaman komoditas strategis lainnya, yakni Rp 4,5 juta per hektar.
Adapun produksi tebu mencapai 70 ton per hektar dan dalam satu kali tanam dapat dipanen hingga empat kali dengan usia panen rata-rata 10 bulan. Hasil panen tebu, yang hingga kini masih dijual ke Pabrik Gula (PG) Madu Kismo di Yogyakarta dan PG Sumber Harjo di Pemalang, dihargai Rp 300 per kilogram.
”Artinya, petani bisa menghasilkan setidaknya Rp 21 juta per hektar. Keuntungan ini cukup besar,” ujarnya.
Petani sangat antusias menanam tebu karena kebutuhan pasar terus meningkat mendekati dimulainya program swasembada gula 2014. Beberapa jenis tebu yang ditanam petani Purbalingga antara lain Kidang Kencana, Kentung, dan PS 881.
Namun, petani tetap berharap rencana pembangunan pabrik gula di Purbalingga yang
Pembangunan pabrik gula di Kecamatan Kemangkon, Purbalingga yang sempat digulirkan sejak 2011 dibatalkan pada 2012 setelah investor menarik diri. Pembangunan pabrik gula di Purbalingga diharapkan menyerap ribuan tenaga kerja laki-laki.
Wakil Bupati Purbalingga Sukento Ridho Marhaendrianto meminta masyarakat memperluas lahan tebu jika menginginkan adanya pabrik gula. Untuk memasok kebutuhan pabrik dibutuhkan suplai tebu dari lahan seluas minimal 11.000 hektar dengan rendemen sekitar 8 persen. Lahan yang ada baru 1.620 hektar dengan rendemen 7 persen.