Oleh KORNELIS KEWA AMA
Nama madu Amfoang tidak asing bagi masyarakat Kota Kupang khususnya dan Nusa Tenggara Timur umumnya. Madu hutan ini menjadi terkenal karena asli dan memiliki khasiat khusus untuk kesehatan dan kecantikan. Hanya saja, produksi madu alam ini masih terbatas sehingga tidak mampu melayani permintaan pasar yang begitu tinggi.
Roby Manoh (56) melihat salah satu potensi sumber daya alam ini terabaikan begitu saja di hutan Timor. Sementara para tamu dari luar NTT selalu mencari cendera mata khas daerah Timor yang tidak ditemukan di daerah lain. Namun, saat itu para tamu hanya disuguhkan madu yang tidak dikelola secara profesional. Hanya dikemas dalam bekas botol air kemasan.
”Tahun 1999-2002 saya bekerja sebagai kontraktor di Kota Kupang. Namun, persaingan sebagai kontraktor ketat dan juga sering terjadi masalah. Saat itu nama madu Amfoang sedang meledak. Saya pikir mengapa saya tidak kembangkan anugerah Tuhan ini,” kata Manoh di Kupang, Jumat (8/3/2013).
Ia pun pergi magang pengelolaan madu di Balai Besar Industri Nasional di Bogor, Jawa Barat, tahun 2002. Kembali dari Bogor, Manoh mengunjungi sumber-sumber potensi madu hutan di sejumlah wilayah di kawasan Amfoang dan daratan Timor Barat lainnya.
Tahun 2003, Manoh mulai membentuk kelompok pengumpul madu. Awalnya ada 10 kelompok di Amfoang dan disebut Kelompok Amfoang. Kini, sudah terbentuk 43 kelompok, mulai dari Amfoang, Amarasi, dan daratan Timor Barat lainnya.
Nama ”Amfoang” digunakan sesuai nama sebuah daerah meliputi tiga kecamatan di Kabupaten Kupang. Sampai tahun 1990-an, menyebut madu Amfoang, orang langsung mengingat keaslian madu itu. Madu jenis ini dapat mengobati luka terbuka, mengatasi penyakit tuberkulosis, masuk angin, jantung, darah tinggi, dan bisa menambah kecantikan perempuan.
Kualitas bunga
Kawasan hutan seluas hampir 1.000 hektar di Amfoang memiliki beberapa jenis pohon khas, seperti cendana (Santalum album), kayu putih (Eucalyptus sp), dan kenari (Canarium amboinense Hoch). Bunga pohon-pohon ini sangat diminati lebah yang setiap hari berkeliaran di hutan.
”Lebah penghasil madu tidak diternakkan. Jika diternakkan, berpotensi menggunakan bahan kimia. Karena itu, saya tetap menjaga keaslian madu, mulai dari hutan, proses pengambilan, penyimpanan, sampai penjualan,” kata Manoh yang kini usahanya dibantu 20 karyawan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.