Jakarta, Kompas -
Menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Thamrin Sihite, Jumat (5/4), di Kementerian ESDM, Jakarta, pemerintah sedang mengevaluasi dari segi aspek hukum, ekonomi, lingkungan, dan keuangan terkait kontrak karya PT Koba Tin. Hal ini juga untuk mengkaji keekonomian proyek tersebut.
Selain itu, pemerintah juga memperpanjang kontrak PT Koba Tin selama tiga bulan untuk menghindari masalah perburuhan. ”Jika kontrak langsung dihentikan, berarti akan ada pemutusan hubungan kerja dan kami tidak menginginkan itu. Jadi, kegiatan operasi tetap berjalan dengan pertimbangan masalah perburuhan,” kata Thamrin.
Menurut Thamrin, jika kontrak dengan PT Koba Tin diperpanjang, kepemilikan nasional harus lebih besar, yaitu minimal 51 persen. Bahkan, dalam renegosiasi kontrak, pemerintah menginginkan kepemilikan nasional mencapai 75 persen. Selain itu, luas wilayah pertambangan juga akan dikurangi menjadi maksimal 25.000 hektar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
PT Koba Tin adalah perusahaan patungan antara Malaysia Smelting Corporation Berhad (MSC), perusahaan asal Malaysia yang menguasai saham 75 persen, dan PT Timah Tbk yang memiliki porsi saham 25 persen. Perusahaan pertambangan itu beroperasi di bawah kontrak karya dengan Pemerintah Indonesia untuk area seluas 41.680 hektar yang tersebar lebih dari 80 kilometer dari timur ke barat di Bangka, Kepulauan Bangka Belitung. Kontrak karya PT Koba Tin berakhir pada 2003 dan telah diperpanjang hingga 31 Maret 2013.