Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bayar Karyawan di Bawah UMR, Pengusaha Dijatuhi Hukuman

Kompas.com - 25/04/2013, 08:21 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman 1 tahun dan denda Rp 100 juta kepada Tjioe Christina Chandra, pengusaha asal Surabaya yang membayar karyawannya di bawah upah minimum regional. Sanksi pidana kepada pengusaha itu yang pertama di Indonesia.

Vonis kasasi itu dipimpin ketua majelis hakim Zaharuddin Utama, dengan anggota majelis Prof Dr Surya Jaya dan Prof Dr Gayus Lumbuun dalam perkara Nomor 687 K/Pid.Sus/2012.

Menurut anggota majelis hakim, Gayus Lumbuun, di Jakarta, Rabu (24/4/2013), hukuman pidana itu diberikan atas dasar pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, yakni Pasal 90 Ayat (1) dan Pasal 185 Ayat (1).

Pasal 90 Ayat (1) menyebutkan, pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Sementara Pasal 185 Ayat (1) menyebutkan, pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun, dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta.

Gayus menekankan, pengabaian terhadap ketentuan UMR merupakan tindak kejahatan. Di tengah kondisi negara yang diwarnai banyak pengangguran dan rakyat berkekurangan untuk mendapatkan pencarian, banyak penyalahgunaan keadaan. Dalam perkara tersebut, penyalahgunaan dilakukan oleh pengusaha.

Hukuman minimal yang diberikan itu merupakan tahap awal sebagai pembelajaran masyarakat. Ke depan, pengusaha yang melakukan kejahatan serupa dan dilaporkan, akan dikenakan sanksi.

”Kami berharap putusan ini memberikan efek jera agar pengusaha tidak menyalahgunakan keadaan dan menaati aturan upah minimum. MA masih bisa diharapkan sebagai benteng terakhir untuk memperjuangkan hak buruh,” ujarnya.

Vonis kasasi itu ditetapkan tanggal 5 Desember 2012. Sebelumnya, Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas Chandra, tetapi jaksa penuntut umum mengajukan kasasi.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Ansari Bukhari mengatakan, pemerintah akan mempelajari putusan MA itu. Ini karena persoalan UMR berkaitan dengan kepentingan industri, terutama industri yang sifatnya padat karya. ”Bagi industri padat karya, kan, kemarin diupayakan agar ada kemudahan dalam penangguhan,” ujar Ansari.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani mengatakan, semua pihak harus melihat putusan MA menjatuhkan sanksi pidana atas pengusaha yang membayar karyawannya di bawah UMR dari berbagai sisi. Sebagai keputusan hukum, putusan itu harus dihargai.

”Namun, jangan hanya dilihat putusan akhirnya, lihat juga latar belakangnya,” ujarnya.

Franky mengatakan, harus dilihat latar belakangnya, yakni apakah semua mekanisme yang diperlukan, mulai dari persetujuan bipartit, pengajuan penangguhan, dan persetujuan dari Disnaker setempat dilakukan pengusaha.

Apabila semua mekanisme itu dilakukan, seharusnya tidak ada sanksi yang dijatuhkan. Mekanisme tersebut ditempuh karena ada perusahaan yang memang secara faktual belum mampu membayar penuh sesuai UMR.

Menurut Franky, putusan MA itu juga akan membuka mata publik, termasuk pelaku usaha kecil dan menengah. ”UKM akan melihat putusan ini dan tahu bahwa membayar di bawah UMR bisa seperti itu,” katanya.

Bagi perusahaan skala di atasnya yang juga terbebani, maka putusan itu bisa menjadikan mereka akhirnya memilih mengurangi tenaga kerja (PHK) saat tidak sanggup membayar karyawannya sesuai UMR.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebelum Kembali ke Masyarakat, Warga Binaan Lapas di Balongan Dibekali Keterampilan Olah Sampah

Sebelum Kembali ke Masyarakat, Warga Binaan Lapas di Balongan Dibekali Keterampilan Olah Sampah

Whats New
TLPS Pertahankan Tingkat Suku Bunga Penjaminan

TLPS Pertahankan Tingkat Suku Bunga Penjaminan

Whats New
BRI Life Fokus Pasarkan Produk Asuransi Tradisional, Unitlink Tinggal 10 Persen

BRI Life Fokus Pasarkan Produk Asuransi Tradisional, Unitlink Tinggal 10 Persen

Whats New
Dukung Pengembangan Industri Kripto, Upbit Gelar Roadshow Literasi

Dukung Pengembangan Industri Kripto, Upbit Gelar Roadshow Literasi

Whats New
Agar Tak 'Rontok', BPR Harus Jalankan Digitalisasi dan Modernisasi

Agar Tak "Rontok", BPR Harus Jalankan Digitalisasi dan Modernisasi

Whats New
Emiten Beras, NASI Bidik Pertumbuhan Penjualan 20 Pesen Tahun Ini

Emiten Beras, NASI Bidik Pertumbuhan Penjualan 20 Pesen Tahun Ini

Whats New
Sri Mulyani Tanggapi Usulan Fraksi PDI-P soal APBN Pertama Prabowo

Sri Mulyani Tanggapi Usulan Fraksi PDI-P soal APBN Pertama Prabowo

Whats New
Menhub Sarankan Garuda Siapkan Tambahan Pesawat untuk Penerbangan Haji

Menhub Sarankan Garuda Siapkan Tambahan Pesawat untuk Penerbangan Haji

Whats New
Apindo: Pengusaha dan Serikat Buruh Tolak Program Iuran Tapera

Apindo: Pengusaha dan Serikat Buruh Tolak Program Iuran Tapera

Whats New
Orang Kaya Beneran Tidak Mau Belanjakan Uangnya untuk 5 Hal Ini

Orang Kaya Beneran Tidak Mau Belanjakan Uangnya untuk 5 Hal Ini

Spend Smart
Apindo Sebut Iuran Tapera Jadi Beban Baru untuk Pengusaha dan Pekerja

Apindo Sebut Iuran Tapera Jadi Beban Baru untuk Pengusaha dan Pekerja

Whats New
Emiten Produk Kecantikan VICI Bakal Bagi Dividen Tunai Rp 46,9 Miliar

Emiten Produk Kecantikan VICI Bakal Bagi Dividen Tunai Rp 46,9 Miliar

Whats New
Apa Itu Iuran Tapera yang Akan Dipotong dari Gaji Pekerja?

Apa Itu Iuran Tapera yang Akan Dipotong dari Gaji Pekerja?

Whats New
Soroti RPP Kesehatan, Asosiasi Protes Rencana Aturan Jarak Iklan Rokok di Baliho

Soroti RPP Kesehatan, Asosiasi Protes Rencana Aturan Jarak Iklan Rokok di Baliho

Whats New
Aturan Impor Berubah-ubah, Pemerintah Dinilai Tidak Konsisten

Aturan Impor Berubah-ubah, Pemerintah Dinilai Tidak Konsisten

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com