Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelembung Properti dan Menggapai Impian

Kompas.com - 20/05/2013, 03:03 WIB

Ketiga, tren kebijakan suku bunga rendah dan likuiditas longgar (quantitative easing) terjadi di seluruh dunia. Mula-mula tren suku bunga rendah mendekati nol persen dimulai di Jepang, lalu disusul AS pasca-2009, dan kini zona euro. Sedangkan Indonesia menurunkan suku bunga acuan ke titik terendah dalam sejarah, yakni 5,75 persen. Rendahnya suku bunga telah memicu terjadinya migrasi likuiditas dari pasar uang ke pasar modal dan pasar komoditas, termasuk logam mulia. Itulah sebabnya, pekan lalu Indeks Harga Saham Gabungan pada Bursa Efek Indonesia menembus rekor tertinggi di atas 5.100.

Meski gelembung properti saya yakini belum terjadi, antisipasi menuju ke sana tentu harus dilakukan. Di sinilah Bank Indonesia (BI) mengalami dilema. Di satu pihak, BI berusaha meredam gelembung properti dengan cara menaikkan uang muka kredit perumahan menjadi 30 persen. Dengan kata lain, kebijakan loan to value (LTV) dinaikkan menjadi 70 persen. Hal ini dimaksudkan agar kualitas kredit properti dapat diproteksi sehingga mencegah kenaikan kredit macet. Saat ini non-performing loan (NPL) kredit properti sekitar 2,2 persen, atau masuk kategori baik.

Adapun untuk kepemilikan rumah atau apartemen kedua, yang ditengarai merupakan tabungan atau portofolio bagi pemiliknya, BI sedang mempertimbangkan kenaikan LTV. Namun, jika LTV dinaikkan, BI seolah-olah tidak memberikan dukungan pertumbuhan bisnis properti, yang memang sedang terus berkembang. Kepemilikan properti penduduk Indonesia juga masih jauh dari jenuh, lalu apa salahnya bank dan pengembang sama-sama agresif dalam hal ini?

BI perlu mengerem dan mulai bersikap konservatif terhadap sektor properti lebih ditujukan ke segmentasi konsumen kelas atas di Jakarta dan beberapa kota besar dan provinsi tertentu (Surabaya, Medan, Bali), yang memang menunjukkan karakteristik ”nonkonvensional” dibandingkan dengan kota lain yang konsumennya lebih konvensional.

Caranya, BI menetapkan LTV yang lebih tinggi untuk konsumen kelas atas di Jakarta dan beberapa kota besar tertentu. Selebihnya, BI masih perlu mendorong ketersediaan kredit dengan suku bunga terjangkau dan LTV yang rendah bagi mereka yang hendak memiliki rumah pertamanya. Bagi banyak rumah tangga kita, mencicil kredit rumah merupakan impian indah yang belum tentu mudah tergapai.

A Tony PrasetiantonoKepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com