Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Bahan Pangan Masih Meroket

Kompas.com - 11/07/2013, 07:38 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dinilai gagal menurunkan harga bahan pangan sesuai yang dijanjikan karena harga sejumlah bahan pangan itu tetap tinggi di pasar. Untuk itu, pemerintah akan fokus pada stabilisasi harga enam bahan pangan yang harganya meroket, yaitu cabai rawit, bawang merah, daging ayam, telur, beras, dan daging sapi.

Berdasarkan data Kementerian Koordinator Perekonomian, harga enam bahan pokok tersebut meroket. Kenaikan harga empat bahan pangan di antaranya di atas 5 persen dibandingkan dengan harga pada Juni.

Empat bahan pangan itu adalah cabai rawit (naik 63 persen), bawang merah (49 persen), daging ayam ras (19,5 persen), dan telur ayam ras (9,32 persen).

Sementara itu, meski kenaikannya hanya 1,09 persen, harga beras tetap menjadi fokus karena bobotnya besar mengingat merupakan makanan pokok sebagian besar rakyat. Harga daging sapi naik 3,32 persen, tetapi juga menjadi fokus pemerintah karena pasokan dalam negeri tipis.

”Pemerintah akan fokus menstabilkan harga enam bahan pangan ini,” ujar Menko Perekonomian Hatta Rajasa dalam keterangan pers seusai Rapat Koordinasi Ketersediaan dan Stabilisasi Harga Pangan Pokok, di Jakarta, Rabu (10/7/2013).

Hadir dalam rapat tertutup antara lain Menteri Pertanian Suswono, Menteri Perhubungan EE Mangindaan, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Salsiah Alisjahbana, dan Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi.

Dari sisi prognosis, kata Hatta, neraca ketersediaan dan kebutuhan seluruh pangan sampai dengan akhir tahun positif. Itu berarti pasokannya dijamin.

”Hanya saja, secara musiman terjadi kenaikan harga karena permintaan yang meningkat. Dan itu selalu terjadi setiap musim-musim keagamaan seperti sekarang ini,” kata Hatta.

Apalagi, Hatta melanjutkan, pemerintah baru saja menaikkan harga BBM bersubsidi sehingga memicu kenaikan harga komoditas lainnya. Namun, yang perlu dihindari adalah kenaikan harga yang bersifat spekulatif.

”Yang penting kita akan turunkan harganya atau paling tidak jangan sampai terus meningkat,” kata Hatta.

Langkah yang dilakukan adalah impor untuk bawang merah dan cabai rawit. Awalnya, pemerintah memperkirakan panen raya bawang merah jatuh pada Juli. Ternyata mundur menjadi Agustus.

Berdasarkan data Kementerian Koordinator Perekonomian, pasokan dari impor bawang merah untuk periode Juli-Desember 2013 telah dilakukan penambahan sebanyak 16.781 ton. Pada saat musim panen raya, impor dapat masuk hanya lewat Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara.

Sementara pasokan cabai kurang karena produktivitas cabai di beberapa tempat menurun akibat serangan hama. Selain itu, sejumlah petani cabai di daerah sentra produksi sudah melakukan kerja sama penjualan produksi dengan industri sehingga pasokan cabai ke pasar berkurang. Impor cabai selama periode Juli-Desember 2013 direncanakan sebanyak 9.715 ton.

Guna menurunkan harga daging ayam ras dan telur ayam ras, menurut Hatta, Kementerian Pertanian akan melakukan pemberian insentif melalui pakan. Namun, Hatta tidak merinci lebih lanjut konkretnya.

”Terkait beras, stok di gudang Bulog mencapai 2,96 juta ton atau tertinggi selama lima tahun terakhir. Jadi, Bulog punya kemampuan intervensi pasar. Tidak perlu minta izin. Apabila ada tren kenaikan harga beras, Bulog dipersilakan intervensi pasar,” kata Hatta.

Sementara untuk daging sapi, Hatta menambahkan, harga rata-rata nasional adalah Rp 94.000 per kilogram. Bahkan di beberapa tempat, harganya sudah mencapai Rp 100.000 per kilogram.

Bulog sedianya akan memasukkan daging sapi beku lewat Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng. Selebihnya lewat Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Di samping itu, stok 109.000 ekor sapi yang semestinya untuk stok akhir tahun dimajukan.

”Kita sudah miliki respons untuk mengatasi kenaikan harga ini dan menjaga inflasi pada target 7,2 persen (sampai dengan akhir tahun),” kata Hatta.

Suswono menambahkan, kenaikan harga daging ayam dan telur ayam ras pada bulan puasa tahun ini kurang wajar karena terlalu tinggi. Alasan para pelaku usaha adalah untuk menutup kerugian beberapa bulan silam.

Dalam waktu dekat, Suswono berencana bertemu dengan para pemangku kepentingan untuk mencari penyebab dan solusi.

Untuk daging sapi, Suswono menegaskan, pihaknya mengutamakan sapi siap potong sebanyak 109.000 ekor. Ini sambil menunggu impor dari Bulog, yang disebutkan telah menjalin kontrak dengan pihak di Australia.

”Cuma masukkan barang melalui bandara ada aturan karantina. Salah satunya harus ada kontrak dengan instalasi karantina hewan sementara. Kebetulan Bulog memang belum punya itu. Nanti ini akan dicarikan solusi supaya segera bisa masuk lewat bandara tanpa melanggar aturan karantina karena itu sesuatu yang sudah mengikat,” kata Suswono.

Kebijakan cerobohMenurut Siswono Yudo Husodo, anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Golkar, harga daging sapi yang melonjak merupakan akibat kecerobohan kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Pertanian.

”Akibat ceroboh dalam mengeluarkan kebijakan, harga daging sapi tinggi. Di sisi lain, peternak dan pedagang hanya untung sedikit, sementara konsumen dirugikan,” tuturnya.

Kesalahan utama Kementerian Pertanian adalah mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan perusahaan penggemukan sapi (feedlot) membeli sapi bakalan dari dalam negeri. Akibatnya, harga sapi bakalan di dalam negeri melambung karena permintaan yang tinggi.

Sebelum ada kebijakan itu harga per kilogram daging sapi berat sapi hidup sekitar Rp 25.000. Sekarang melonjak menjadi Rp 38.000 per kilogram, padahal idealnya harganya Rp 28.000 per kilogram. Saat ini harga per kilogram berat sapi hidup siap potong berkisar Rp 38.000.

Harga daging sapi di lapangan terus meroket. Di Pasar Kosambi, Bandung, Jawa Barat, harga daging sapi cukup tinggi mencapai Rp 110.000 per kilogram. Padahal, papan pengumuman dengan lampu berjalan di gerbang masuk pasar per 8 Juli 2013 menyatakan harga daging sapi Rp 95.000-Rp 105.000 per kilogram.

Dari pemantauan Kompas, harga daging sapi dan harga sejumlah bahan pangan lainnya di sejumlah kota di Tanah Air juga mencatat kenaikan yang tinggi. Warga tertekan oleh kenaikan harga aneka bahan pangan.

Di sejumlah pasar di Batam, Kepulauan Riau, Selasa, warga menilai, yang terjadi bukan lagi kenaikan harga. ”Sekarang harga-harga sudah berganti, sama sekali lain dibandingkan sebulan lalu,” ujar Hasnah (24), pembeli di Pasar Tos3000.

”Para pemilik kekuasaan jangan mengebiri pasar karena kebijakan impor bahan pangan merupakan sumber rente ekonomi. Biarkan pasar berjalan alamiah. Jangan buat berbagai larangan yang akhirnya jadi sumber ekonomi biaya tinggi,” kata ekonom Faisal Basri, di Osaka, Jepang, Rabu, seperti dilaporkan wartawan Kompas, Banu Astono.

Akibatnya, pasar terdistorsi sehingga terjadi gap antara permintaan dan pasokan. Kekurangan ini lalu menjadi pintu masuk bagi para pemburu rente meminta izin kepada penguasa pembuat kebijakan sektoral tersebut. (LAS/MAS/ETA/SIR/ENG/RAZ/EKI/ABK/PRA/ODY/WIE/NIT/NIK/DMU/KOR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com