Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Sampai Mengimpor Tempe

Kompas.com - 04/09/2013, 07:46 WIB

Endang mengakui pasar reguler tempe dari Rumah Tempe Indonesia masih sebatas pasar kelas menengah ke atas. ”Bukan karena harganya lebih mahal, melainkan karena penghargaan atas kualitas produk baru sebatas kelas menengah ke atas,” ucapnya.

Selain diedarkan di sejumlah perumahan elite di Bogor, tempe produksi Rumah Tempe Indonesia dikonsumsi oleh kalangan vegetarian dan disajikan restoran-restoran kelas atas.

”Kami juga menerima pesanan dari luar kota, tetapi tempe hanya kami antar sampai Stasiun Bogor. Selanjutnya, pemesan yang mengambil di sana,” kata Endang.

Sabtu sore itu, Suyanto (38), kepala produksi tempe di Rumah Tempe Indonesia, masih bekerja membuat tempe bersama empat pria lainnya. Kedelai dicuci di dandang besar. Dari sana, kedelai dipindahkan ke dandang besar lainnya untuk direbus.

Setelah direbus, kedelai seberat 70 kilogram itu dihamparkan dan diangin-angin dengan kipas angin. Setelah dingin, kedelai ditimbang, diberi ragi, dan dimasukkan ke dalam plastik, lalu diletakkan di rak-rak selama empat hari, menunggu menjadi tempe.

Dengan bangga Suyanto mengatakan, ”Sampai sekarang, tempe dari Rumah Tempe Indonesia adalah tempe terbaik di dunia.” Endang pun menyela, ”Mudah-mudahan Indonesia tidak menjadi negara pengimpor tempe setelah menjadi pengimpor kedelai.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com