Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden: Mari Belajar dari Krisis 1998

Kompas.com - 09/09/2013, 10:06 WIB
Didik Purwanto

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan telah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi gejolak ekonomi yang akhir-akhir ini terjadi. Presiden mengingatkan agar semua pihak mau belajar dari krisis sebelumnya.

"Belajar dari krisis 1998, gejolak ekonomi tahun 2005 dan 2008 dapat kita atasi. Semua berkat kebersamaan dan kerja sama kita semua. Mari kita lakukan lagi," kata Presiden seperti dikutip dari akun Twitter-nya (@SBYudhoyono) di Jakarta, Senin (9/9/2013).

Presiden kelahiran Pacitan, Jawa Timur, ini menyarankan agar di tengah krisis saat ini, pemerintah harus mencegah perusahaan bangkrut. Karena itu, pemerintah memilih untuk membuat kebijakan yang pro-pertumbuhan, khususnya sektor riil.

"Ini dilakukan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga diperlukan kerja sama, baik pemerintah, perusahaan, maupun pekerja," tambah Presiden SBY yang hari ini  berulang tahun ke-64.

Menurut Presiden, pemerintah terus bekerja mengatasi persoalan ekonomi Indonesia. Sebagaimana negara lain, seperti India, Brasil, China, Rusia, Afrika Selatan, Turki dan lain-lain, juga melakukan hal yang sama.

Kepala Negara menambahkan, saat di KTT G-20 di St Petersburg, Rusia, Jumat akhir pekan lalu, ia juga menghadiri pertemuan Dunia Bisnis dan Serikat Pekerja (B-20 dan L-20), yang semangatnya adalah mencari solusi bersama, tidak saling menekan.

Bahkan, lanjut Presiden SBY, selama dua hari, para pemimpin G-20 membahas situasi ekonomi dunia terkini untuk mencari solusi yang tepat bagi kepentingan bersama.

Sementara ekonomi negara maju belum pulih, kecuali Amerika Serikat dan Jepang sedikit baik, ekonomi emerging markets tertekan, termasuk Indonesia.

Negara  Brasil, Rusia, India, China (BRICS) dan Afrika Selatan serta emerging markets mengalami masalah baru, di antaranya pertumbuhan yang melambat dan nilai tukar melemah.

Menurut Presiden SBY, ada dua penyebab masalah tersebut, yaitu eksternal (perubahan kebijakan moneter AS) dan internal (persoalan di dalam BRICS dan emerging markets sendiri). Presiden mengemukakan, banyak pemimpin G-20 yang meminta, termasuk dirinya, mengenai perlunya konsultasi dan koordinasi kebijakan (utamanya AS) agar negara lain tidak jadi korban.

"Saya sampaikan, Indonesia terus mengatasi persoalan baru ini, tapi negara maju harus ikut jaga dan tidak mengganggu stabilitas keuangan global," kata Presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rupiah Diramal Jatuh ke Rp 16.800 Per Dollar AS, Akankah BI Naikkah Suku Bunga?

Rupiah Diramal Jatuh ke Rp 16.800 Per Dollar AS, Akankah BI Naikkah Suku Bunga?

Whats New
Peluang Perawat Indonesia Bekerja di Belanda Terbuka Lebar

Peluang Perawat Indonesia Bekerja di Belanda Terbuka Lebar

Work Smart
Pertamina dan PLN Masuk 10 Besar Perusahaan Energi Terbesar Asia Tenggara 2024 Versi Fortune

Pertamina dan PLN Masuk 10 Besar Perusahaan Energi Terbesar Asia Tenggara 2024 Versi Fortune

Whats New
Adaro Minerals Buka Lowongan Kerja hingga 30 Juni 2024, Simak Persyaratannya

Adaro Minerals Buka Lowongan Kerja hingga 30 Juni 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Cerita Tiarsih Bangun Kampung Rosella, Tingkatkan Ekonomi dari Komoditas Daerah

Cerita Tiarsih Bangun Kampung Rosella, Tingkatkan Ekonomi dari Komoditas Daerah

Smartpreneur
HUMI Bakal Bagikan Dividen Rp 18,04 Miliar

HUMI Bakal Bagikan Dividen Rp 18,04 Miliar

Whats New
Boeing Angkat Mantan Diplomat Australia Jadi Presiden Asia Tenggara

Boeing Angkat Mantan Diplomat Australia Jadi Presiden Asia Tenggara

Whats New
Holding BUMN Danareksa Bagi-bagi 212 Hewan Kurban ke 16.000 KK

Holding BUMN Danareksa Bagi-bagi 212 Hewan Kurban ke 16.000 KK

Whats New
Prudential Gandeng Mandiri Investasi, Luncurkan Subdana untuk Nasabah Standard Chartered

Prudential Gandeng Mandiri Investasi, Luncurkan Subdana untuk Nasabah Standard Chartered

Earn Smart
Pertamina Peringkat Ketiga Perusahaan Terbesar di Asia Tenggara Versi Fortune 500

Pertamina Peringkat Ketiga Perusahaan Terbesar di Asia Tenggara Versi Fortune 500

Whats New
Marak PHK di Industri Tekstil, Asosiasi: Ribuan Pekerja Belum Terima Pesangon

Marak PHK di Industri Tekstil, Asosiasi: Ribuan Pekerja Belum Terima Pesangon

Whats New
Daya Saing Indonesia Terbaik ke-27 Dunia, Ungguli Jepang dan Malaysia

Daya Saing Indonesia Terbaik ke-27 Dunia, Ungguli Jepang dan Malaysia

Whats New
10 Raja Terkaya di Dunia, Raja Inggris Tak Masuk Daftar

10 Raja Terkaya di Dunia, Raja Inggris Tak Masuk Daftar

Earn Smart
BPR Perlu Percepatan Digitalisasi untuk Hadapi Tantangan Global

BPR Perlu Percepatan Digitalisasi untuk Hadapi Tantangan Global

Whats New
Apakah Indonesia Mampu Ciptakan “Kemandirian Beras”?

Apakah Indonesia Mampu Ciptakan “Kemandirian Beras”?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com