Menurut Mahendra, dua sisi yang harus diperhatikan bila membicarakan mobil murah adalah dari sisi produksi dan penggunaan bahan bakar minyak (BBM). Mobil murah, menurutnya, lebih banyak menggunakan komponen lokal.
"Pertama dari sisi produksi. LCGC lebih banyak menggunakan komponen dalam negeri. Jadi mestinya multiplier effect dan juga added valuenya lebih tinggi dari mobil yang bukan LCGC," kata Mahendra di Hotel Ritz Carlton, SCBD, Jakarta, Senin (23/9/2013).
Mobil murah, lanjut Mahendra, semestinya meningkatkan investasi. Jika kemudian terjadi peningkatan komponen barang modal, Mahendra memandangnya tidak perlu, karena sebenarnya dari sisi barang modal tidak banyak kepada investasi mesin baru sama sekali.
"Lebih kepada pemanfaatan kapasitas yang sudah ada. Tapi menggunakan teknologi yang hemat energi. Jadi harapan kami tidak menyebabkab kenaikan impor yang lebih daripada kalau misalnya tidak LCGC," ujar Mahendra.
Terkait BBM, Mahendra berpendapat mobil murah diharapkan lebih disesuaikan untuk BBM non subsidi. Mahendra mengharapkan terkait hal itu tidak akan menyebabkan peningkatan subsidi.
"Tapi apakah kemudian itu menyebabkan peningkatan impor BBM, ini masih harus dilihat. Logikanya kalau per mobil konsumsinya turun mestinya keseluruhannya turun. Tapi ini kan mungkin bukan dilihat dari sisi itu, dilihat mungkin dari segi tadinya orang pakai motor malah pakai mobil. Saya merasa lebih baik kita melihat bagaimana mensubstitusi BBM dengan biofuel. Ini yang lebih konkret," kata Mahendra.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.