Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengubah Sampah Menjadi Lahan Usaha

Kompas.com - 16/11/2013, 09:29 WIB

Dan kalau satu rumah membayar Rp 30.000 (sebulan) untuk biaya kebersihan, berarti untuk satu RT (80 KK) hanya didapat Rp 2,4 juta sebulan atau Rp 80.000 per hari. Ini jelas tak menarik bagi petugas yang ngobyek atau bisnis angkutan yang menggunakan truk. Kalau satu RW saja ada 800 warga, berarti didapat Rp 24 juta. Itupun 10 persen warga biasanya tak mau membayar. Namun kalau perumahan kelas menengah, biasanya bersedia membayar lebih.

Nah ongkos sewa truk saja sebulan bisa mencapai Rp 10 juta, belum termasuk biaya bensin, upah buruh, dan ongkos buang. Itupun tidak bisa setiap hari diangkut. Jadi bayangkanlah, apa yang akan dilakukan masyarakat selain membuang sampahnya ke tanah-tanah kosong di tepi-tepi kali?

Bisnis Sampah

Sekitar sepuluh tahun yang lalu Rumah Perubahan pernah menaruh perhatian yang serius terhadap masalah sampah. Kami memperkenalkan wirausaha-wirausaha baru yang mengolah sampah lingkungan. Salah satunya berhasil membuat mesin pencacah skala satu kelurahan.

Tetapi masalahnya, diperlukan change management yang kuat untuk menjalankannya. Namun sebagian pengusaha cenderung tak berani melakukannya. Mereka hanya melakukan business as usual.

Jadi, pertama, harus ada keinginan dari warga agar sampahnya diurus orang lain, namun mereka harus rela membayar biayanya.

Kedua, bak-bak semen harus diganti dengan ember-ember plastik besar dengan cara lima – enam rumah memakai satu bak sampah besar. Ketiga, sampah-sampah itu diangkut dengan baktor yang biaya angkutnya murah dan bisa menembus kampung,

Keempat, harus ada sepetak tanah ukuran sekitar 100 meter persegi yang dialokasikan untuk mengolah sampah masyarakat untuk mencacah dan memilah.

Dan kelima harus ada wirausaha yang mau mengotori tangan menjalankan bisnis ini.

Nah, dimana Change-nya?

Begini. Saat program dimulai Anda akan bertemu banyak hambatan. Ada warga yang tak mau membayar, lebih senang membuang secara cuma-cuma daripada diurus orang lain. Ada banyak orang yang tak ingin bak semennya diganti, dan kalau diganti bak plastik, mereka tak ingin bak itu ditaruh di depan rumah mereka.

Anda mungkin akan menemukan bak-bak itu hilang digotong orang, atau sampah dan bak plastiknya dibakar orang-orang tertentu. Ketika kucing atau pemulung mengorek-ngorek sampah dan berceceran di luar bak, mereka yang depan rumahnya dijadikan tempat peletakkan bak plastik bersma a mudah tersinggung dan minta agar bak itu dipindahkan. Setelah itu Anda akan bertemu dengan ketua-ketua RT yang minta bagian uang sampah, bahkan mereka minta hak untuk mengumpulkannya, tetapi seringkali menunggak penyerahannya kepada Anda.

Ini baru sedikit masalah. Setelah itu Anda akan diprotes warga yang tinggal di dekat tempat pengolahan sampah. Mereka akan mengatakan “Sampah ini bau” dan mengganggu keluarga mereka. Mereka juga menuding, air tanahnya tercemar. Di tambah lagi, akan datang aparat dari kecamatan atau kotamadya yang mempersoalkan “izin pengelolaan sampah” yang tak pernah Anda ketahui.

Tapi jangan berkecil hati. Semua itu ada solusinya. Saya sendiri sudah menjalakannya dan melewati masa-masa yang lebih sulit dari yang bisa diceritakan. Dan jangan lupa, di balik itu semua ada peluang bisnis yang besar. Bau yang menyengat pun tak terjadi. Semua bisa diatasi asal anda tekun.

Seperti apa peluangnya, nanti saya lanjutkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com