Gundy menjelaskan kemungkinan adanya kenaikan BI rate tetap ada bila tekanan baru terhadap rupiah. "Menurut kami, BI akan tetap waspada dan tetap menahan BI rate di 7,5 persen. Kalau ada pergerakan rupiah, BI rate bisa naik," kata Gundy di Jakarta, Rabu (26/3/2014).
Dia memandang outlook kebijakan moneter menarik untuk disimak. Ini karena pada dasarnya BI memiliki mandat untuk meredam inflasi. Namun sejak tahun 2013 lalu bank sentral pun memiliki prioritas untuk meredam defisit transaksi berjalan.
BI, lanjutnya, tidak akan mengubah kebijakan moneternya saat ini. Data inflasi memang menunjukkan perbaikan, namun defisit transaksi berjalan masih agak jauh bila melihat sinyal produk domestik bruto (PDB) 2 persen yang lebih berkesinambungan.
"Ke depan walau inflasi mereda, mungkin 6,4 persen dan di akhir tahun kembali ke 5 persen, BI belum akan menurunkan BI rate. Karena sentimen pasar terhadap rupiah sewaktu-waktu masih bisa bergejolak karena masih ada uncertainty," jelas Gundy.
Adapun terkait inflasi, Gundy melihat akan terjadi kecenderungan pelemahan di tahun 2014. Tahun 2013 lalu angka inflasi mengalami peningkatan cukup drastis sebagai dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
"Sekarang ini dampak kenaikan BBM sudah mulai reda. Tahun 2014 awal tren inflasi cenderung menurun. Inflasi inti juga menurun, sehingga ekspektasi inflasi kami perkirakan juga akan menurun," ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.