Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arfi’an dan Arie, dari Penjaga Tambal Ban hingga Wirausahawan yang Mendunia

Kompas.com - 24/08/2014, 09:59 WIB

Mereka menjual produk tersebut di www.kickstarter.com dalam jumlah terbatas. Target mereka hanya memproduksi 500 Coco Pen dan kini sekitar 300 Coco Pen sudah terjual ke seluruh penjuru dunia dengan harga 79-99 dollar AS per unit.

Selain itu, mereka juga membuat Puter Pen, pulpen dari titanium yang dibuka dengan cara diputar. Berbeda dengan Coco Pen, penutup Puter Pen tak akan dapat terlepas dari badannya. Keduanya merupakan produk kerajinan tangan dan eksklusif yang dibuat oleh dua tenaga kerja mereka.

Membangun rumah

Hasil kerja keras mereka sudah dirasakan dampaknya. Mereka bisa membangun rumah untuk orangtua yang sebelumnya berdinding kayu dan atapnya bocor. Mereka juga membeli mobil dan lahan untuk membangun kantor DTECH-ENGINEERING serta tempat untuk membuat Coco Pen, Puter Pen, dan produk lainnya.

"Awalnya, kami melakukan ini semua untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi kini uang bukan lagi yang utama. Saya tertantang mempelajari hal baru, membuat hal baru, dan mendapat informasi baru. Betapa banyak peluang dan kesempatan di pasar global yang bisa kita raih kalau mau berusaha," kata Arfi’an.

Dia mencontohkan saat sebuah perusahaan besar memintanya menggarap proyek. Mereka dapat mempelajari strategi perusahaan tersebut, bagaimana standar kualitas mereka, bagaimana kontrol mereka terhadap produknya, termasuk bagaimana mereka memandang konsumen.

”Kami belajar banyak sekali dari mereka. Perusahaan-perusahaan besar itu memiliki bagian riset dan pengembangan sendiri. Namun, mereka kadang ingin mendapat opini kedua dari pihak lain yang tidak terbelenggu rutinitas dan biasanya justru bisa menghasilkan sesuatu yang baru,” ujar Arfi’an.

Melalui apa yang mereka lakukan, mereka ingin membuka mata anak muda untuk mau berbuat sesuatu di luar kebiasaan. Kita bekerja tak harus di kantor dan mendapat gaji bulanan layaknya pegawai. Asalkan memiliki kemauan dan bekerja keras, mereka percaya apa pun dapat diraih.

"Modal kami awalnya hanya keras kepala, mau belajar, dan anti mainstream," kata Arie. Oleh karena itu, sejak tahun lalu, mereka membuka kelas gratis bagi siapa pun yang ingin belajar mengenai design engineering atau mengenai pasar global. Anak muda pun berdatangan ke rumah mereka.

Dari setiap proyek yang mereka garap, hanya satu proyek yang dibuat untuk perusahaan lokal. Arie mengatakan, perusahaan di Indonesia masih belum bisa menerima latar belakang mereka yang lulusan SMK, bukan perguruan tinggi.

Kini, uang tidak lagi menjadi masalah, tetapi mereka tetap ingin kuliah. Sekarang masalahnya justru waktu mereka yang habis untuk menggarap pesanan.

"Tidak apa-apa, mungkin jalan kami memang harus seperti ini. Oleh karena pasar lokal belum dapat menerima, kami harus go global. Setelah itu, kami percaya, pasar Indonesia akan mengikuti," ujar Arfi’an.

+++

M Arie Kurniawan
Lahir: Salatiga, 11 Juli 1991
Pendidikan:
- SD Kutowinangun 12 Salatiga
- SMP Negeri 9 Salatiga
- SMK Negeri 2 Salatiga
Penghargaan: Juara I General Electric 3D Printing Challenge, Agustus 2013-April 2014

Arfi’an Fuadi
Lahir: Salatiga, Jawa Tengah, 2 Juni 1986
Pendidikan:
- SD Kutowinangun 12 Salatiga
- SMP Negeri 3 Salatiga
- SMK Negeri 7 Semarang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com