Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembangunan Pelabuhan Cilamaya Diduga Untungkan Mafia Minyak

Kompas.com - 08/09/2014, 14:05 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembangunan Pelabuhan Cilamaya di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, berpotensi menguntungkan mafia minyak. Sebab, jika Blok Offshore North West Java (ONWJ) tidak berpoduksi, maka Indonesia harus menambah kuota impor minyak.

Hal itu dikatakan Poltak Sitanggang, Ketua Komite Tetap Energi dan Pertambangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Jakarta, Senin (8/9/2014), saat dimintai pandangan tentang rencana pembangunan pelabuhan tersebut.

Menurut Poltak, yang namanya melambung sebagai salah satu kandidat di bursa menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) itu, penutupan blok tersebut dipastikan akan menambah kuota impor minyak Indonesia.

"Saya bilang, penutupan itu adalah kejahatan konstitusional, kejahatan terstruktur, konstruktif yang melawan konstitusi sehingga merugikan rakyat dan bangsa," tegasnya.

Poltak mengatakan,  yang menjadi persoalan sebenarnya bukan hanya membangun pelabuhan yang akan menghentikan produksi minyak dan gas di Cilamaya, tetapi ada upaya terstruktur membuat negeri ini menjadi importir minyak.

"Kita punya sekitar 124 cekungan dan cadangan minyak. Kan cadangan terukur kita itu 9,3 miliar barel. Nah, sejak 1960, produksi migas kita itu masih 1,7 juta sampai 1,8 juta barel per hari. Sekarang produksi minyak kita bahkan turun dari 900.000 menjadi 800.000 barel per hari," ungkapnya.

Artinya, ada 900.000 barel yang harus diimpor per harinya. Tidak diproduksinya cadangan minyak tersebut, kata Poltak, merupakan kerjaan mafia yang telah terstruktur agar Indonesia tetap menjadi importir abadi. Dan para mafia minyak ini tetap mendapatkan
keuntungan dari impor tersebut.

"Inilah kerja mafia yang saya bilang terstruktur. Caranya, seolah kondisi niaga migas aneh. Kita punya kekayaan alam, memproduksi minyak, dan menjual minyak ke luar negeri. Kemudian kita mengimpor dari luar negeri dalam jumlah besar dan mahal," ujarnya.

Indonesia mempunyai cadangan migas, tapi dibikin tidak memproduksi agar tetap menjadi importir abadi minyak. "Bayangkan saja, kalau 1 berel dapat 3 dolar per hari dari 900 ribu barel. Berarti 20 juta dolar AS per hari dari kebutuhan impor minyak. Ini per hari. Jadi memang ini pola terstruktur," tegasnya.

Yang paling ironis dan paling jahat, kata Poltak, adalah penutupan Blok ONWJ demi membangun pelabuhan dan melayani industri, terutama otomotif.

"Kita sudah punya produksi dan sumur, bukannya ditingkatkan malah mau distop. Jika kemudian kebutuhan dalam negeri tidak terpenuhi, teriak-teriak. Ini kejahatan mafia terstruktur. Tidak ada alasan untuk menutup ONWJ, karena amanat Pasal 33 UUD, bahwa bumi dan air yang terkandung di dalamnya dikuasai negara, digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," ujarnya.

Atas dasar itu, Poltak mengaku tidak setuju dengan pembangunan pelabuhan tersebut, yang akan semakin mengabadikan mafia minyak di negeri ini. "Ini pembodohan yang sudah mereka lakukan sejak tahun 1970 sampai sekarang," katanya. (sanusi)


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Whats New
Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Whats New
Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-'grounded' Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-"grounded" Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Whats New
ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

Whats New
Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Whats New
Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Whats New
ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

Whats New
Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Whats New
Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Whats New
Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Whats New
BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

Whats New
KAI Services Buka Lowongan Kerja hingga 25 Mei 2024, Simak Kualifikasinya

KAI Services Buka Lowongan Kerja hingga 25 Mei 2024, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Anggaran Pendidikan di APBN Pertama Prabowo Capai Rp 741,7 Triliun, Ada Program Perbaikan Gizi Anak Sekolah

Anggaran Pendidikan di APBN Pertama Prabowo Capai Rp 741,7 Triliun, Ada Program Perbaikan Gizi Anak Sekolah

Whats New
Bantah Menkeu soal Penumpukan Kontainer, Kemenperin: Sejak Ada 'Pertek' Tak Ada Keluhan yang Masuk

Bantah Menkeu soal Penumpukan Kontainer, Kemenperin: Sejak Ada "Pertek" Tak Ada Keluhan yang Masuk

Whats New
Tidak Ada 'Black Box', KNKT Investigasi Badan Pesawat yang Jatuh di BSD

Tidak Ada "Black Box", KNKT Investigasi Badan Pesawat yang Jatuh di BSD

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com