Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Pak Harto yang Otoriter Saja, Gini Rationya Tak Sebesar Ini.."

Kompas.com - 10/10/2014, 11:10 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketimpangan ekonomi penduduk Indonesia yang tercermin dari indeks gini semakin mengkhawatirkan. Indeks gini ini biasanya digunakan untuk mengukur kesenjangan pendapatan dan kekayaan suatu negara. Dengan indeks gini di atas 0,4, ketimpangan di Indonesia tergolong tinggi.

Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Bambang Sudibyo mengatakan, ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memulai pemerintahan, indeks gini Indonesia di level 0,36 (2005). Pada 2011 indeks gini sudah mencapai 0,41.

"Dulu zaman Pak Harto saja belum pernah seperti ini (ketimpangan tinggi). Pak Harto saja yang otoriter tidak pernah indeks gininya setinggi ini. Dan ini terjadi pada zaman SBY," kata dia dalam Indonesia Knowledge Forum 2014, di Jakarta, Jumat (10/10/2014).

Lebih lanjut, mantan menteri keuangan itu menuturkan, pembangunan adalah biang kerok dari munculnya ketimpangan sosial. Namun di sisi lain, pemerintah gagal memberikan kebijakan bagi utamanya petani.

Dia mencontohkan, pembangunan "gagal" menyebabkan ketimpangan di negara-negara seperti Thailand, Singapura, Malysia, dan Argentina, tinggi. Bahkan ketimpangan di Thailand mencapai 0,531, sedangkan di China juga tercatat tinggi mencapai 0,48.

"Kenapa Thaksin populer? Karena indeks gini di masyarakatnya sangat tinggi," imbuh Bambang, disambut riuh tawa peserta forum.

Bambang menyebut, sejumlah negara berhasil melakukan pembangunan dan menjadi negara maju, namun ketimpangannya juga rendah. Sebut saja, Perancis (0,32), Taiwan (0,326), Korea (0,321), serta Jerman (0,27). Australia juga memiliki ketimpangan sosial rendah.  Indonesia, kata dia, sudah selayaknya belajar dari negara-negara yang berhasil ini.

Pembangunan salah arah
"Dalam sebuah diskusi, saya pernah bertanya ke Ketua Komite Ekonomi Nasional, yang sekarang menjadi Menko Perekonomian, Chairul Tanjung. Saya tanya, kenapa ketimpangan jadi tinggi begini? Dia (Chairul) bilang, itu biasa. Pembangunan seperti itu," sebut Bambang.

Namun, melihat data-data negara yang memiliki ketimpangan tinggi dan rendah tadi, Bambang yakin ada hal lain yang bisa dilakukan pemerintah, agar pembangunan tidak menciptakan ketimpangan.

Dia bilang, di Amerika Serikat, pemerintah mendukung betul Usaha Kecil Menengah, sehingga indeks gininya kecil.

Di sisi lain, dia melihat, ketimpangan di Indonesia bisa dilihat dari memburuknya nilai tukar petani pangan. Data BPS mencatat, sepanjang Januari-Agustus 2014, NTP umum mengalami kenaikan, namun NTP petani pangan memburuk signifikan.

"Petani pangan, utamanya beras, kesejateraan agregatnya memburuk," ujar Bambang.

Kesimpulannya, lanjut dia, hal ini menunjukkan bahwa pengenalian inflasi melalui impor pangan hanya melindungi daya beli konsumen. Namun, dampaknya adalah menurunkan NTP petani pangan, yang berarti impor telah menurunkan insentif untuk bertani pangan.

"Ini mengancam kemandirian pangan, yang menjadi salah satu Trisakti-nya Bung Karno, yang kini menjadi visi-misinya Jokowi-JK," kata Bambang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Amankan 4 Penumpang, Petugas Bandara Juwata Gagalkan Penyelundupan 4.047 Gram Sabu

Amankan 4 Penumpang, Petugas Bandara Juwata Gagalkan Penyelundupan 4.047 Gram Sabu

Whats New
478.761 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek pada Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

478.761 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek pada Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Whats New
Pengertian Dividen Interim dan Bedanya dengan Dividen Final

Pengertian Dividen Interim dan Bedanya dengan Dividen Final

Earn Smart
Pajak Dividen: Tarif, Perhitungan, dan Contohnya

Pajak Dividen: Tarif, Perhitungan, dan Contohnya

Earn Smart
Jalan Tol Akses IKN Ditargetkan Beroperasi Fungsional Pada Agustus 2024

Jalan Tol Akses IKN Ditargetkan Beroperasi Fungsional Pada Agustus 2024

Whats New
Cara Menghitung Dividen Saham bagi Investor Pemula Anti-Bingung

Cara Menghitung Dividen Saham bagi Investor Pemula Anti-Bingung

Earn Smart
Sepanjang 2023, AirAsia Indonesia Kantongi Pendapatan Rp 6,62 Triliun

Sepanjang 2023, AirAsia Indonesia Kantongi Pendapatan Rp 6,62 Triliun

Whats New
Menyehatkan Pesawat di Indonesia dengan Skema 'Part Manufacturer Approval'

Menyehatkan Pesawat di Indonesia dengan Skema "Part Manufacturer Approval"

Whats New
Libur Panjang, Tiket Whoosh Bisa untuk Masuk Gratis dan Diskon 12 Wahana di Bandung

Libur Panjang, Tiket Whoosh Bisa untuk Masuk Gratis dan Diskon 12 Wahana di Bandung

Whats New
Memahami Dividen: Pengertian, Sistem Pembagian, Pajak, dan Hitungannya

Memahami Dividen: Pengertian, Sistem Pembagian, Pajak, dan Hitungannya

Earn Smart
Limbah Domestik Dikelola Jadi Kompos, Solusi Kurangi Sampah di Kutai Timur

Limbah Domestik Dikelola Jadi Kompos, Solusi Kurangi Sampah di Kutai Timur

Whats New
Harga Emas Terbaru 11 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 11 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Sabtu 11 Mei 2024

Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Sabtu 11 Mei 2024

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Sabtu 11 Mei 2024, Semua Bahan Pokok Naik, Kecuali Daging Sapi Murni

Harga Bahan Pokok Sabtu 11 Mei 2024, Semua Bahan Pokok Naik, Kecuali Daging Sapi Murni

Whats New
Pembinaan Berkelanjutan Sampoerna Diapresiasi Stafsus Presiden dan Kemenkop UKM

Pembinaan Berkelanjutan Sampoerna Diapresiasi Stafsus Presiden dan Kemenkop UKM

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com