Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/01/2015, 17:11 WIB

”Pernah suatu kali setelah brifing, FOO justru bertanya kepada saya, apakah sebaiknya terbang atau tidak. Ya, saya jawab, mau (diizinkan) terbang atau tidak itu terserah dia. Itu tugas dan tanggung jawab dia,” kata pilot yang sudah berpengalaman bekerja di sejumlah maskapai nasional ini.

Pengaturan tentang profesi FOO ini memang berbeda-beda di dunia. Andreas Cordes, dalam tesisnya mengenai Manajemen Transportasi Udara di Universitas City, London, Inggris, menyebutkan, pengaturan mengenai FOO ini berbeda antara di AS dan Eropa.

”Saat tanggung jawab kontrol operasional dan pemberangkatan penerbangan (flight dispatch) diatur ketat di AS dan belahan dunia lain, para regulator di Eropa memberi ruang solusi individual bagi setiap operator. Tak ada syarat pelatihan khusus bagi pengatur keberangkatan penerbangan (dispatchers) di Eropa dan tidak ada tingkat kualifikasi yang sama,” tulis Cordes dalam tesisnya yang bisa diakses di laman Federasi Eropa untuk Asosiasi Pengatur Keberangkatan Penerbangan (www.eufalda.org).
Paling berbeda

Kembali ke inspeksi mendadak Menteri Perhubungan, kondisi fasilitas persiapan bagi pilot dan awak pesawat paling berbeda terlihat di kantor operasi penerbangan maskapai Garuda Indonesia.

Kantor tersebut sangat luas dan memiliki banyak fasilitas. Para awak bisa duduk nyaman menunggu saat rekannya mendapat penjelasan dari FOO. Mereka tak perlu berdesak-desakan untuk menunggu dan mendapat penjelasan.

FOO di Garuda juga terlihat lebih senior ketimbang di maskapai lain, dan umumnya bahkan lebih senior daripada pilot-pilot yang hendak mereka brifing. Para FOO itu langsung menjelaskan berbagai hal kepada pilot yang hendak terbang.

Informasi cuaca tersedia dengan baik di layar komputer maupun tercetak. Di belakang meja juga terdapat televisi yang menginfomasikan cuaca serta penunjuk waktu berbagai tempat di dunia.

Kehadiran mendadak Jonan membuat kaget pejabat di sana. ”Saya tidak menyangka Pak Jonan akan ke sini,” ujar Kapten Novianto, Direktur Operasi Garuda Indonesia.
Demi penghematan

Pengamat penerbangan dari Universitas Gadjah Mada, Arista Atmadjati, Minggu, mengatakan, ada indikasi sejumlah maskapai penerbangan murah (LCC) sering kali melakukan penghematan biaya, termasuk di bidang sumber daya manusia. Arista khawatir hal ini juga berpengaruh terhadap absennya pilot dalam brifing tatap muka sebelum pesawat lepas landas.

Padahal, brifing tatap muka ini sangat penting dalam dunia penerbangan. ”Brifing tidak boleh dilewati karena memuat tentang kesiapan fisik, ramalan cuaca, dan aspek lain keselamatan penerbangan,” kata Arista.

Ia menduga, langkah ini dilewati untuk menghemat biaya operasional penerbangan di sebagian maskapai. Arista menyarankan agar Kementerian Perhubungan mempertegas aturan keselamatan penerbangan. Salah satunya dengan mewajibkan pilot ikut dalam brifing tatap muka.

Bagaimanapun, keselamatan adalah hal paling utama dalam dunia transportasi!
(MBA/MAR/DEA/DHF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com