Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/02/2015, 05:30 WIB

Kalau Kampung Melayu aman, rasanya Kampung Pulo yang langganan banjir pun aman.

Tetapi ketika hal itu saya sampaikan pada teman-teman, hanya sebagian orang yang percaya, selebihnya mempercayai berita dari media massa. Apalagi sebuah media dotcom berpengaruh hari itu menurunkan liputan kemarin: Jakarta Dikepung Banjir.

Saya pun menyimpulkan: ini pasti siaran ulang. Persis seperti berita tentang badai salju yang menimpa Boston belum lama ini. Media massa lokal menyiarkan kabar bencana itu selama beberapa hari. Padahal badai itu telah berlalu, dan Boston sudah berangsur normal kembali.

Tetapi ini Jakarta loh, beritanya juga untuk orang Jakarta. Berapa jauh sih jarak antara kita dengan kejadian? Harusnya kita bisa cepat melakukan up date. Namun gara-gara berita itu, kolega-kolega saya dari mancanegara ikut gelisah. Mereka mengirim pesan-pesan empati, seolah-olah Jakarta sudah dikepung bencana nasional.

Karena semua kegiatan batal, saya pun iseng memposting pengamatan lapangan itu melalui Twitter. Saya mendapat dua respons yang berbeda: yang percaya dan yang menentang.

Kelompok yang pertama adalah mereka yang melihat sendiri keadaan di ibukota. Mereka sependapat dengan saya. Kelompok satunya, seperti biasa, bukan hanya membantah, melainkan mengungkapkan sumpah serapah, mengata-ngatai secara negatif, dan mengirimkan berita-berita tentang banjir dari berbagai media.

Setelah saya baca, postingan-postingan negatif itu didasarkan foto-foto dan berita yang terjadi pada hari Senin, persis ketika Jakarta benar-benar dikepung banjir dan dikirim oleh mereka yang selalu menulis pesan-pesan negatif. Padahal, Selasa siang matahari sudah kembali tersenyum, laut pun tidak sedang pasang, sungai-sungai begitu cepat surut. Genangan tersisa di daerah berbentuk cekungan yang airnya selalu terperangkap. Kalau tak dipompa keluar, air-air itu tetap akan menggenang di sana.

Itulah sifat air, selalu berjalan menuju area yang rendah. Bila dulunya ia adalah rawa-rawa resapan air, seperti di area Kelapa Gading dan Grogol, atau di kolong-kolong jembatan dan daerah yang berbentuk cawan (depan SD Tarakanita Jalan Tendean atau jalan Bank di Kebayoran) maka air akan kembali berteduh di sana.

Di Balik Awan Gelap Ada Matahari

Kejadian ini menyisakan pertanyaan, mengapa kita melebih-lebihkan kabar tentang banjir?  Pertanyaan saya, apakah bedanya banjir dengan genangan air sepertinya sulit dijawab mereka yang senang menyebarkan berita buruk.  

Saya jadi teringat hal ini.  Di sebuah sekolah bisnis saya pernah memajang sebuah kutipan yang saya adaptasi dari Leonard Levinson, “Seorang pesimis adalah orang yang tak bisa melihat indahnya matahari di balik awan yang gelap.”

Ya, kalimat itu saya tujukan kepada anak-anak muda (dan juga para guru) yang selalu menyuarakan kesusahan masa lalu, segala musibah yang sudah berlalu yang seakan-akan ada terus hingga hari ini.

Maaf, bukannya saya tak percaya banjir telah terjadi. Bukan pula saya tak berempati terhadap para korban. Tetapi kita harus bersyukur pula ketika Tuhan telah mengirimkan mentari yang tersenyum dan orang-orang yang telah bekerja keras memompa air ke gorong-gorong yang membawanya ke laut.

Mendengar pengalaman itu, seorang teman berbagi cerita tentang dua anak yang diberi hadiah besar oleh ayahnya. Yang satu kamarnya diberi hadiah penuh mainan. Anak pertama itu membanting pintu karena menduga “pasti ayah ada maunya dengan memberi hadiah sebanyak itu.” Sebaliknya, anak kedua diberi, maaf, sebongkah besar tahi kuda.

Begitu melihat tahi kuda sebesar itu, anak kedua meloncat kegirangan. “Terimakasih ayah, itu pasti kuda Pony yang kau berikan.”

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com