Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orang yang Suka Menakut-nakuti

Kompas.com - 31/08/2015, 05:30 WIB

Krisis akan benar-benar membuat  para penakut kecut saat media  sosial dan media massa ramai-ramai melaporkan suasana yang genting. Hanya karena dollar melambung seribu – dua ribu perak dalam sebulan ini. Pokoknya mencekam. Padahal pengusaha tahu, PHK butuh proses dan makan waktu berbulan-bulan dan amat mahal. Mana mungkin begitu dolar melambung pengusaha langsung PHK minggu depannya.  

Sekarang tampak betul adanya kelompok yang menakut-takuti masyarakat karena tidak ingin kita keluar dari kesulitan. Untuk keluar dari lembah terdalam, pertama-tama kita harus percaya pada kekuatan kita, lalu bekerjasama, saling membangun. Bukan saling mengejek dan menarik kaki mereka yang tangannya sudah menyentuh bibir jurang. 

Lantas siapa yang tidak mempan ditakut-takuti? Pertama, pasti kaum beriman. Mereka adalah orang yang percaya akan bantuan Allah dan terus berupaya. Kedua, mereka yang sudah berpengalaman, yang tahu bahwa susah tak akan berlansung selamanya.

Konflik Etnis Kalbar 

Ini juga konflik yang mencekam. Saya  teringat dengan konflik etnis di Kalbar 1999. Sebagai dosen terbang di Universitas Tanjung Pura, keluarga saya tentu terkejut ketika ada seseorang mengirimkan  faksimili tentang kepala seorang petugas keamanan yang dipancung dan ditaruh di pagar hotel.

Keluarga saya menjadi heboh dan minta agar saya tidak berangkat. Tapi saya katakan mengajar ini juga ibadah. Anak-anak gelisah karena tahu kalau soal pendidikan, ayahnya tak bisa menyurutkan langkah. Mereka menelfon Kampus. Mahasiswa yang menjawab berebut bicara. “Minta tolong agar ayahmu berangkat, kami sudah lengkap dan menunggu,” kata mahasiswa saya.

Saya tak tahu percakapan selanjutnya, karena sudah harus segera berangkat. Di atas pesawat saya lihat bangku-bangku kosong ditinggalkan penumpang yang ketakutan. Purser yang bertugas, mengajak saya bicara dan bertanya-tanya mengapa  saya nekat berangkat. Mereka menggunjingkan saya yang duduk di sudut jendela tanpa teman. 

Di Bandara Supadio, Pak Efi, pimpinan universitas menjemput saya dengan riang. Putra Melayu asli Kalbar itu bercerita panjang lebar tentang kejadian beberapa hari lalu. Tetapi selebihnya tak ada tanda-tanda kejadian yang mengerikan di sana.

Pontianak aman dan mahasiswa saya bertepuk tangan saat menyambut saya  karena kabarnya hanya satu dosen yang “berani” datang. Padahal mereka rata-rata berjuang 8 – 12 jam datang dari berbagai daerah pedalaman  untuk mendengarkan kuliah saya.

Saya pun memberi bonus waktu dan bermalam di sana bersama mereka. Esoknya kami menengok para pengungsi dan mereka mentraktir saya makan kwetiau Apolo yang terkenal itu.

Saya katakan, sewaktu keadaan sulit kita justru harus belanja agar uang berputar. Mereka pun setuju dan pemilik warung gembira. Pegawainya pun bisa gajian.

Kita Aktor Utamanya 

Belajar dari beragam peristiwa di atas, saya perlu mengajak Anda semua agar  tidak tercekam dengan rasa takut yang berlebihan. Hidup bukanlah sebuah episode spekulasi seperti kita yang kini terperangkap menerka  kurs dolar.  Hidup adalah sebuah perjalanan panjang untuk meraih keberhasilan.

Kita sudah membuktikan bahwa hasil yang kita capai adalah berasal dari kerja keras, kepercayaan dan kreativitas. Bahwa rejeki sudah ada yang mengatur, kita semua sepakat. Tetapi kita perlu berusaha semaksimal mungkin.   

Benar, kita adalah aktor ekonomi, jadi hasil akhir dari episode kenaikan atau menguatnya dollar AS adalah juga karena peran kecil kita. Tetapi dalam usaha dan pekerjaan yang kita jalankan, kita adalah aktor utamanya.  Mengapa ada pihak yang gemar menakut-nakuti?

Tentu ada banyak jawaban. Ada yang terlalu sayang dengan anda, tetapi juga benar, ada yang tak mau anda berhasil. Bagi kaum pemalas ini adalah kesempatan untuk beristirahat.

Bagi yang culas, setiap keberhasilan anda adalah tamparan besar bagi mereka. Itu sebabnya mereka akan terus menakut-nakuti, mencela, bahkan memasang perangkap dan beragam ranjau agar anda jatuh dan berhenti. Tetapi itu tak akan berarti kalau bangsa ini bukan penakut.

Prof Rhenald Kasali adalah Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Pria bergelar PhD dari University of IlLinois ini juga banyak memiliki pengalaman dalam memimpin transformasi, di antaranya menjadi anggota pansel KPK sebanyak 4 kali, dan menjadi praktisi manajemen. Ia mendirikan Rumah Perubahan, yang menjadi acuan dari bisnis sosial di kalangan para akademisi dan penggiat sosial yang didasari entrepreneurship dan kemandirian. Terakhir, buku yang ditulis berjudul Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com