Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengupas Teori Ekonomi Konsumsi Pemenang Nobel Ekonomi 2015

Kompas.com - 21/10/2015, 08:08 WIB

KOMPAS.com - Konsumsi barang dan jasa merupakan penentu fundamental dalam menetapkan kesejahteraan dan tingkat kemiskinan. Ini merupakan buah pemikiran Angus Deaton, ekonom kelahiran Inggris yang berhasil memperoleh penghargaan Nobel Ekonomi di 2015.

Profesor ekonomi dari Princeton University itu menabrak pendapat ekonom di masa sebelumnya yang menitikberatkan pertumbuhan ekonomi pada sisi produksi dan pendapatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Deaton mengubah paradigma konsumsi dan penghasilan dalam sistem ekonomi. 

Bersama dengan rekannya John Muellbauer, ekonom dari Universitas Oxford, Deaton menyusun sistem persamaan untuk memahami bagaimana keputusan konsumen berinteraksi dengan barang yang berbeda. 

"Deaton merupakan salah satu sedikit orang yang mengerti perilaku konsumsi dari waktu ke waktu," ujar Orazio Attanasio, ekonom di Unversity College London seperti dikutip Financial Times.

Dalam pandangan Deaton, peran konsumsi sangat sentral pada perekonomian. Untuk mengukur tingkat resesi, kemiskinan dan kemakmuran, Deaton menggunakan prisma konsumsi.

Para tokoh ekonomi di tahun 1950-an seperti Milton Friedman dan Franco Modigliani menyebut perilaku konsumsi masyarakat bergantung kepada pendapatan. Jika penghasilan individu mampet, konsumen memilih menyisihkan duitnya sebagai tabungan. Dus, angka konsumsi bakal menciut.

Namun, Deaton melihatnya dari sudut pandang lain. Menurut dia, konsumsi bakal tetap mengalir jika harga produk terjangkau. Makanya, meski tanpa ada penambahan pendapatan, konsumsi masih bisa meningkat.

Ambil contoh, ketika pemerintah mengenakan pajak atas makanan, tentu saja harga menjadi mahal. Inilah yang mempengaruhi konsumsi. Jika konsumsi anjlok, warga miskin sulit memenuhi kebutuhan nutrisinya.

Teori Deaton ini berlaku di Jepang. Ketika Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menaikkan pajak penjualan pada April 2013 lalu, konsumsi rumah tangga Jepang merosot. Bahkan, Jepang sulit memenuhi target inflasi sebesar 2 persen.

Baru-baru ini, Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga mempertimbangkan penurunan pajak untuk beberapa produk tertentu. Tujuannya tentu saja untuk membantu mengerek konsumsi masyarakat berpenghasilan bawah.

"Hal ini sangat alami bahwa pemerintah mengenalkan penurunan tarif pajak di tengah kenaikan pajak," kata Suga kepada Japan Times.

Bukan hanya Jepang, negara lain seperti China juga menguatkan konsumsi domestik demi pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena pendapatan ekspornya  menipis.

Indonesia bisa mengambil pelajaran dari teori Deaton ini. Pemerintah boleh saja menggenjot infrastruktur dan industrialisasi tetapi jangan lupa mendongkrak konsumsi masyarakat. Bisa saja ekonomi sulit tumbuh karena tergencet oleh penurunan daya beli.

Teori yang dibangun oleh Angus Deaton bisa membantu Pemerintah Indonesia menciptakan kebijakan untuk memompa konsumsi domestik sehingga dunia usaha dalam negeri masih bisa tumbuh di tengah kelesuan ekonomi global. (Fitri Nur Arifenie)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Whats New
BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Whats New
May Day 2024, Pengemudi Ojek Online Tuntut Status Jadi Pekerja Tetap

May Day 2024, Pengemudi Ojek Online Tuntut Status Jadi Pekerja Tetap

Whats New
BTN Imbau Masyarakat Tak Tergiur Penawaran Bunga Tinggi

BTN Imbau Masyarakat Tak Tergiur Penawaran Bunga Tinggi

Whats New
ADRO Raih Laba Bersih Rp 6,09 Triliun pada Kuartal I 2024

ADRO Raih Laba Bersih Rp 6,09 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Elnusa Bukukan Laba Bersih Rp 183 Miliar di Kuartal I-2024

Elnusa Bukukan Laba Bersih Rp 183 Miliar di Kuartal I-2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com