Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Kondisi Buruh India Pembuat Jaket Mewah

Kompas.com - 02/11/2015, 17:18 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

KOMPAS.com - Buruh garmen di India menerima upah 28 pence atau sekira Rp 5.700 per jam untuk membuat jaket trendi koleksi merek kenamaan Superdry.

Dengan upah serendah itu, para buruh harus menyambung hidup dan menafkahi keluarga sementara jaket buatan mereka dikenakan oleh para selebriti dunia, salah satunya David Beckham.

Tidak sedikit dari mereka dipaksa lembur tanpa upah tambahan sebagai pinalti karena bergabung dalam serikat buruh untuk menentang kondisi dan target tidak realistis yang harus mereka hadapi.

Bahkan, untuk menggunakan kamar kecil khusus pekerja pun, para buruh harus  pun harus meminta izin terlebih dahulu.

"Ini seperti perbudakan. Manajemen memandang kami para buruh seperti binatang," tutur salah seorang buruh.

Superdry merupakan sebuah label mode kenamaan dunia dan berpusat di Cheltenham, Gloucs, Inggris.

Mengetahui kondisi para buruh tersebut disorot media, pihak Superdry langsung menyatakan untuk segera melakukan investigasi.

Seorang pekerja bernama Ashok Kumar (32) bekerja di pabrik garmen yang memproduksi jaket tersebut di Modelama, Gurgaon, tidak jauh dari kota New Delhi, India.

Ia mengatakan, butuh 30 orang buruh untuk membuat 10 buah jaket dan setiap tindakan mereka diawasi oleh supervisor.

Ashok dibayar 6.203 rupee atau 61,82 poundsterling yang setara Rp 1,2 juta untuk 27 hari selama bulan Juli 2015.

Ia dibayar sebesar 28 pence sterling sehari dengan lama kerja 8 jam, meski ia mengaku seringkali bekerja selama 16 jam per hari untuk mencapai target produksi.

"Jumlah itu tidak cukup untuk hidup. Kami dilecehkan secara verbal, kami diejek. Namun, saya tidak bisa keluar. Apa lagi yang saya bisa lakukan? Ada terlalu banyak orang di India yang butuh pekerjaan tapi lapangan kerja tidak cukup. Pihak pabrik tidak akan peduli kalau saya keluar karena selalu ada banyak orang yang mau melakukan pekerjaan itu," ujar Ashok.

Beberapa lembaga advokasi buruh di India, seperti Labour Behind The Label dan The Society for Labour and Development mengecam tindakan pihak manajemen pabrik.

Selain itu, mereka juga mengecam pihak Superdry dan label internasional lainnya untuk bertanggung jawab atas kondisi para buruh.

"Mereka mengontrol kondisi kerja, berapa banyak yang harus diproduksi, berapa upahnya, dan kapan harus dibayarkan. Ini bukan hubungan sukarela. Ini bukan hanya masalah rendahnya upah. Kita bicara tentang tenaga kerja yang sangat rentan dan tertekan secara sosial," tegas Anannya Bhattacherjee, presiden The Society for Labour and Development.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Whats New
Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Work Smart
Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Whats New
Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Whats New
Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Whats New
Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Whats New
Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Whats New
Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Whats New
Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Whats New
Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Whats New
Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Whats New
MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

MJEE Pasok Lift dan Eskalator untuk Istana Negara, Kantor Kementerian hingga Rusun ASN di IKN

Whats New
Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Great Eastern Life Indonesia Tunjuk Nina Ong Sebagai Presdir Baru

Whats New
Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Dukung Kemajuan Faskes, Hutama Karya Percepat Pembangunan RSUP Dr Sardjito dan RSUP Prof Ngoerah

Whats New
Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Bantuan Pangan Tahap 2, Bulog Mulai Salurkan Beras 10 Kg ke 269.000 KPM

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com