Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perekonomian Indonesia 2016 Diyakini Lebih Baik

Kompas.com - 05/01/2016, 13:31 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Panitia Kerja (Panja) Komisi XI DPR, M Misbakhun optimistis perekonomian Indonesia pada 2016 akan semakin baik ketimbang 2015. Optimisme itu didasari mulai stabilnya kondisi perekonomian global dan regional.

Misbakhun mengatakan, perekonomian Indonesia pada 2015 yang sempat diprediksikan akan anjlok ternyata tak seburuk yang diperkirakan.

“Capaian kondisi ekonomi nasionalnya bagus karena Presiden Jokowi mempunyai Menteri Keuangan Bambang Brodjenegoro yang mau bekerja keras untuk menjalankan setiap detail perintah Presiden dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab,” kata Misbakhun dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/1/2015).

Oleh karena itu, Misbakhun meyakini perekonomian Indonesia pada 2016 akan lebih memberikan harapan karena sudah terjadi stabilisasi ekonomi nasional setelah terkena imbas pelambatan ekonomi global dan regional.

Anggota Badan Anggaran DPR itu juga meyakini target pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 sampai 5,5 persen akan bisa dicapai.

Terlebih, di tengah memburuknya perekonomian 2015, pemerintah masih mampu menahan angka pertumbuhan di angka 4,7 sampai 4,85 persen.

Mantan pegawai Departemen Keuangan itu menjelaskan, kondisi perekonomian 2015 justru lebih baik ketimbang 2014.

Menurut dia, dengan pertumbuhan ekonomi 4,7 sampai 4,8 pada 2015, angka inflasi hanya 3,35 persen.

“Ini justru setara dengan pertumbuhan sebesar tujuh persen karena pertumbuhan yang dicapai di tahun 2015 tidak digerus oleh besaran laju inflasi. Bandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2014 yang mencapai lima persen, tetapi laju inflasinya sebesar 8,8 persen.  Akibatnya inflasi 2014 menggerogoti laju pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Misbakhun menambahkan, dari sisi kebijakan moneter, pada tahun 2016 ini sudah ada kepastian tentang tingkat suku bunga di Amerika Serikat.

Dengan demikian, lanjut dia, kondisi perekonomian secara global bisa memberikan ketenangan pada gejolak di pasar uang dan pasar modal. Menurut dia, kondisi itu akan membuat nilai tukar Rupiah lebih stabil.

“Sehingga volatilitas nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS lebih bisa dijaga pada kisaran yang direncakanan di APBN 2016 sebesar Rp 13.900 per Dollar AS,” tuturnya.

Namun, ia juga mengingatkan soal kendala yang masih menghadang pada 2016. Di antaranya adalah menurunnya nilai ekspor Indonesia baik dari komoditas, mineral ataupun migas.

Selain itu, harga komoditas minyak sawit (crude palm oil/CPO) dan karet yang jatuh masih menjadi masalah sehingga memengaruhi nilai ekspor dan jumlah cadangan devisa Indonesia.

“Hal yang sama terjadi pada ekspor hasil mineral kita karena pembangunan smelter belum memberikan dampak signifikan pada sumbangan nilai ekspor karena masih dalam proses pembangunan,” ujar Misbakhun.

Namun, sambung politisi Golkar itu, pemerintah bisa mengatasinya dengan memperkuat perekonomian domestik.

Menurut dia, Indonesia dengan jumlah penduduk yang mencapai 255 juta jiwa memiliki potensi besar dari sisi daya beli dan konsumsi.

“Potensi ini harus bisa dikelola dengan baik. Kemudahan investasi baru harus dipermudah sehingga banyak tercipta lapangan kerja baru,” ujar Mibakhun.

Selain itu, dibutuhkan pula sinkronisasi kebijakan sektor fiskal dan moneter untuk  mendorong pertumbuhan sektor riil.

Caranya, kata Misbakhun, pemerintah bisa mendorongnya melalui realisasi pembangunan infrastruktur di seluruh pelosok penjuruh tanah air.

“Sehingga secara regional lahir daerah dan kawasan pertumbuhan ekonomi baru yang akan memberikan kontribusi secara agregat pada pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com