Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Minyak Anjlok, PHK Bayangi Industri Migas Domestik

Kompas.com - 18/01/2016, 12:38 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Harga minyak dunia yang terus merosot hingga ke level 29,42 dollar AS per barrel akhir pekan lalu, memaksa perusahaan minyak dan gas bumi (migas) melakukan berbagai upaya supaya bisa bertahan di tengah gejolak harga.

Salah satu upaya yang terpaksa mereka jalankan adalah pemutusan hubungan kerja (PHK). Santer terdengar salah satu raksasa migas dunia di Indonesia, yakni  Chevron bersiap merumahkan para karyawannya.

Menanggapi kabar ini, Yanto Sianipar, Senior Vice President, Policy, Government and Public Affairs Chevron Indonesia secara diplomatis menjelaskan, menghadapi perkembangan harga minyak global yang melorot, pihaknya tengah menjalankan sebuah inisiatif yang bisa mendongkrak kinerja bisnis perusahaan. Inisiatif tersebut bersifat jangka pendek, maupun jangka panjang.

Namun, Yanto tidak memberikan perincian langkah inisiatif yang tengah Chevron Indonesia jalankan.

Yang pasti, lewat inisiatif ini, Chevron mengklaim bisa mengidentifikasi model bisnis dan operasional yang lebih fleksibel dan kompetitif.

"Termasuk penyesuaian struktur dan ukuran organisasi yang bakal kami lakukan," terang Yanto kepada Kontan, Minggu (17/1/2016).

Ia optimistis inisiatif ini bisa memastikan operasi Chevron di Indonesia akan berjalan sesuai rencana. Alhasil, perusahaan ini tetap bisa menghemat, tapi tidak akan mempengaruhi kinerja bisnis mereka di Indonesia.

"Tidak berpengaruh. WP dan B (work plan and budget) kami tetap," timpalnya.

Asal tahu saja, harga minyak yang merosot membuat cukup banyak lapangan migas yang biaya produksinya sudah di atas harga keekonomian. Terutama untuk proyek migas lepas pantai (offshore).

Kepala Humas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Elan Bintoro menjelaskan, biaya produksi proyek migas lepas pantai saat ini memang cukup mahal yakni rata-rata sudah di atas 30 dollar AS per barrel.

Ia mencontohkan pada Blok West Madura Offshore (WMO), Blok Offshore North West Java (ONWJ), Blok Sinok, dan Blok Premier.

Menanggapi tingginya biaya produksi, Direktur Utama Pertamina Hulu Energi (PHE) R. Gunung Sardjono Hadi bilang, sebagai operator Blok  Pantai Utara Jawa Barat (ONWJ) dan Blok lepas pantai Barat Madura (WMO), pihaknya mau tidak mau harus memangkas segala biaya yang tidak langsung berhubungan dengan produksi dan aspek kesehatan, keamanan dan lingkungan atau health, safety, security and environment (HSSE).

"Upaya kami yang lain adalah melakukan renegosiasi dengan provider," katanya pada Kontan (17/1/2016).

Ia pun memastikan saat ini PHE belum akan mengambil langkah pengurangan pegawai. "Saat ini belum ada kebijakan untuk pengurangan pegawai," ujar Gunung.

Berbeda lagi dengan strategi ConocoPhillips yang telah melakukan penawaran saham di Blok B Laut Natuna Selatan karena biaya produksi yang cukup tinggi.

Siap jual saham

Akibat terhantam anjloknya harga, Elan menyebut, banyak perusahaan migas yang akhirnya hengkang dari Indonesia seperti yang dilakukan Salamander Energy Plc yang sudah dibeli Ophir Energy Plc yang merupakan perusahan migas asal Inggris.

Ada juga Petrochina Bermuda yang sekarang menjadi Petrogas. Selain itu ada lagi Talisman Energy Inc yang dibeli oleh Repsol Oil & Gas Inc pada tahun lalu.

Meski demikian, Elan menegaskan, fenomena menurunnya harga minyak yang menyebabkan perubahan sejumlah proyek migas, biasa terjadi. Misal,Niko Resources yang hengkang dari Indonesia dan sebagian wilayah kerjanya diambil alih Ophir.

Elan mengakui, masih ada lagi perusahaan migas yang sudah tidak tahan dengan kondisi harga minyak rendah yang tak lagi menutup biaya produksi. "Tapi saya belum bisa sampaikan karena baru itu yang menyampaikan surat kepada SKK migas. Yang lain belum formal," imbuhnya.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi I.G.N Wiratmaja Puja membenarkan ada beberapa kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) migas yang bersiap menjual saham.

Sayangnya dia belum mau membeberkan identitas dari KKKS yang bakal melego saham alias farm out dan siapa yang bersiap membeli alias farm in.

"Beberapa perusahaan ingin farm out tapi tidak 100 persen. Mereka butuh dana sehingga menjual sebagian, ini praktik bisnis yang wajar," kata Wiratmaja.

Agar bisa membantu pebisnis migas, pemerintah telah mengundang  Indonesian Petroleum Association (IPA), untuk duduk bersama mencari solusi di tengah turunnya harga minyak dunia.

"Kami harap tidak terjadi PHK dan tidak ada proyek yang dihentikan," terangnya. (Febrina Ratna Iskana)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com