Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanudin Abdurakhman
Doktor Fisika Terapan

Doktor di bidang fisika terapan dari Tohoku University, Jepang. Pernah bekerja sebagai peneliti di dua universitas di Jepang, kini bekerja sebagai General Manager for Business Development di sebuah perusahaan Jepang di Jakarta.

Ganko, Si Keras Kepala

Kompas.com - 23/03/2016, 08:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

“Ini ada foundation (zaidan) yang mau membiayai perjalanan peneliti muda. Sensei tinggal tanda tangan di sini saja,” kata saya menyodorkan formulir. Dia tercengang.

“Dari mana kamu tahu? Orang-orang Jepang saja tidak tahu hal seperti ini,” katanya takjub. Dalam hati saya bilang, ”Saya tidak bodoh dan pemalas seperti orang Jepang, Sensei.”

Sejak itu Sensei mulai memuji saya saat memperkenalkan kalau ada kolega dia berkunjung. “Hasan kun wa yaru ki man-man,” katanya. Ia menyebut saya sebagai orang yang penuh semangat.

Tidak hanya itu. Ia mulai membandingkan saya dengan anak-anak muda Jepang. “Anak-anak muda sekarang cengeng, lembek. Ditegur sedikit saja sudah ngambek. Kalau Hasan ini ganko (keras kepala), dimarahi macam apa pun, 5 menit kemudian dia bisa lapor dan diskusi sama saya seakan tidak terjadi apa-apa.”

Walhasil, meski dengan berbagai omelan sepanjang masa sekolah, saya bisa menyelesaikan program master. Sensei meminta saya melanjutkan ke program doktor.

Tidak hanya itu. Dia menawari pekerjaaan sebagai peneliti tamu, sejak saya masih di tahun pertama program doktor.

Apa yang membuat saya bisa bertahan? Mimpi dan target. Mimpi saya menyelesaikan kuliah sampai doktor. Tanpa itu kepergian saya ke Jepang nyaris tak ada maknanya.

Maka rintangan apapun yang saya hadapi, saya tahan. Saya tidak menyerah karena hal-hal sepele seperti soal perasaan atau harga diri. Masuk telinga kiri, keluar telinga kanan. Selesai.

Kita tidak pernah bisa memilih atasan. Yang bisa kita pilih adalah sikap kita terjadap atasan. Demotivasi karena atasan jelek? Lalu, siapa yang dirugikan? Kita.

Atasan kita mungkin akan terus melejit karirnya. Sementara kita terkunci, bahkan terpuruk. Saya tak sudi begitu. Saya memilih untuk bekerja dengan baik, demi diri saya. Saya percaya kerja-kerja yang baik bisa memperbaiki lingkungan, termasuk atasan kita sendiri.

Sensei saya “belajar” banyak dari interaksinya dengan saya. Di kemudian hari dia minta saya tetap bekerja dengan dia, merekomendasikan saya ke temannya, dan juga meminta saya mencarikan mahasiswa saat dia punya jatah untuk beasiswa.

Tapi saya juga tidak selalu tunduk diam, mengalah. Kalau memungkinkan saya akan melawan balik. Pernah saya membuat direktur atasan saya dipulangkan lebih cepat dari masa tugas, karena saya anggap dia tidak layak jadi atasan, dan saya tidak suka sama dia.

Dalam hal ini bos saya punya prinsip dengan saya. “Atasan kita pasti punya atasan juga. Kita bisa memakai tangan atasan dia untuk menjewer dia,” katanya pada suatu perbincangan yang lain.

Di akhir perbincangan, presdir saya tidak keberatan ketika saya ajukan rencana untuk memberi motivasi kepada para karyawan di grup kami. Cuma dia mengingatkan, ”Bagi saya kamu itu istimewa. Kamu benar-benar berbeda dari kebanyakan orang Indonesia. Jadi, jangan sampai frustrasi kalau nanti ternyata orang-orang itu tidak kunjung berubah.”

Saya paham soal itu. Tapi kalau tidak dicoba, mana kita tahu?

Tulisan Hasanudin Abdurakhman lain bisa dibaca juga di http://abdurakhman.com

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com