Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Handoko Gani
Analis Kebohongan

Analisis kebohongan, anggota tim ahli kepolisian untuk kasus kriminal tertentu, trainer korporasi dan pemerintahan, termasuk KPK. || www.handokogani.com || @LieDetectorID

Apakah Isyana Berbohong?

Kompas.com - 23/05/2016, 17:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Ketika konsep Personal Brand masih belum diformulasikan secara benar, secara definisi Bohong yang saya pahami, seorang Brand Endorser tidaklah berbohong. Ia memang dibayar menjadi “Bintang Iklan”.

Akan tetapi, ketika konsep Personal Brand mulai diformulasikan secara benar, antara lain oleh Peter Montoya, kita segera mempertanyakan “Brutal Honesty” dari aspek sang Personal Brand yang di-proyeksikan kepada kita, sebagai target market.

Secara sederhana, kita sebagai Target Market biasanya menuntut sang Personal Brand betul-betul “hidup” bersama brand yang ia endorse. Kita mengharapkan Isyana memang menggunakan Tokopedia dan Oppo.

Bukan hanya Isyana, tapi juga semua Personal Brand Endorser. Dan ketika mereka tidak menggunakannya, kita melabel mereka berbohong.

Ketika seorang Personal Brand mulai mengatakan bahwa “ia juga menggunakan brand tersebut” dan meng-endorse brand tersebut dengan pengakuan “ia memang menggunakannya sehari-hari”, dalam definisi BOHONG dan JUJUR, sang Personal Brand dan Brand tersebut sudah berbohong. Sudah keluar dalam konteks “hanya iklan”, tapi masuk ke dalam ranah dunia nyata.

Isyana Sarasvati hanyalah salah satu korban dari kesalahan pertama dalam penerapan personal branding yang saya sampaikan di atas. Seharusnya sang Personal Brand memproyeksikan aspek ketrampilan dirinya, aspek personaliti atau aspek nilai hidup yang ia miliki.

Ia jangan “terjebak” atau mau “dijebak” untuk mulai mengkaitkan aspek dirinya yang sebetulnya tidak di-branding menjadi obyek komunikasi branding diri.

Dalam bahasa sehari-hari, maksud saya adalah Isyana jangan “terjebak” atau “mau dijebak” untuk menggunakan aspek kesehariannya, termasuk kebiasaan belanja online ataupun preferensi merek handphone yang ia gunakan, dan meng-endorse brand-brand yang ia tidak gunakan.

Di sisi lain, ini merupakan pelajaran mahal bagi pemilik Brand, agar mereka betul-betul menggunakan seorang Personal Brand yang memang strategi personal branding-nya adalah memproyeksikan aspek diri yang relevan dengan perceived quality yang hendak dibangun. Akan lebih baik bila sang Personal Brand memang betul menggunakan brand yang ia endorse.

Di sisi lain, saya pribadi merekomendasikan agar definisi “Personal Brand” dan prinsip “Brutal Honesty” yang ditekankan Peter Montoya ini dilakukan semua Personal Brand dan Konsultan-nya, sehingga masyarakat betul-betul membeli brand yang memang di-endorse oleh Personal Brand Endorser-nya.

Dulu masyarakat bisa “dibohongi” dengan sejumlah iklan yang ramai-ramai mengkomunikasikan “biar seperti X (sang Brand Endorser) sebagai janji iklan.

Namun, di jaman serba teknologi terbuka begini, masyarakat kritis bisa melakukan cek ricek pada sang Brand Endorser. Dan ketika diketahui ia sebetulnya tidak “hidup” bersama Brand yang ia endorse, maka sang Brand Endorser bisa kehilangan pekerjaannya dan Brand bisa kehilangan lebih besar. Kehilangan image, kehilangan sales, ... mungkin bisa bertahun-tahun dalam kasus yang fatal.

Namun dalam kasus di atas, saya berdoa semoga semua baik-baik saja.

Catatan: Penulis memiliki pengalaman 10 tahun di dunia branding, dan 2 tahun di dunia personal branding, sebelum akhirnya memutuskan switching totally ke dunia Lie Detection dan meluncurkan buku MENDETEKSI KEBOHONGAN, buku pertama di Indonesia yang mengajarkan teknik analisa verbal dan non verbal untuk deteksi kebohongan dalam ekspresi wajah, sikap tubuh, tulisan tangan, rekaman, dan percakapan langsung. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com