Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Holding Energi Tak Sekedar Menggabungkan 2 BUMN!

Kompas.com - 31/05/2016, 07:12 WIB

Dengan cara ini, ketergantungan Indonesia terhadap minyak bumi akan turun. Sebagai gantinya, pemanfaatan energi jenis lainnya akan meningkat. Ini karena ketergantungan terhadap satu jenis energi akan membuat Indonesia rentan mengalami krisis energi. 

Mengacu pada PP nomor 79/2014, porsi penggunaan minyak bumi akan turun dari saat ini sekitar 50 persen hanya menjadi hanya di kisaran 25 persen di tahun 2025. Selanjutnya di tahun 2030 penggunaan energi ini terus turun menjadi 22 persen dan pada 2050 hanya 20 persen.

Sementara itu pemanfaatan gas akan terus mengalami kenaikan menjadi 22 persen pada 2025 dan menjadi 25 persen pada 2050. Saat ini, porsi pemanfaatan gas di Indonesia masih di bawah 20 persen dari seluruh energi yang digunakan.

Lantas, bagaimana pengaruhnya terhadap strategi bauran energi jika holding energi dijalankan dengan Pertamina sebagai induk?

Target bauran energi bisa tercapai jika tidak ada "konflik kepentingan" dalam pengelolaan energi. Hal ini lantaran sifat dari masing-masing jenis energi substituteble atau bisa saling menggantikan.

Ketika pengelolaan gas berada di bawah perusahaan yang juga mengelola minyak, hal itu akan berpotensi memunculkan pengelolaan gas yang tidak proporsional. Sehingga, sedikit banyak akan berpengaruh terhadap pencapaian target bauran energi yang digagas pemerintah.

Sebagaimana diketahui, saat ini PGN menguasai infrastruktur gas bumi di Indonesia, yakni 76 persen dari seluruh infrastruktur hilir gas nasional.

Tak hanya itu, BUMN ini juga telah menyalurkan gas bumi ke lebih dari 116.400 rumah tangga, 1.879 usaha komersial mal, hotel, rumah sakit, 1.576 industri besar dan pembangkit listrik.

Ke depan, pemerintah menargetkan akan terus meningkatkan jumlah konsumen gas agar target energy mix tercapai. Namun saat perusahaan gas berada di bawah naungan perusahaan minyak, hal ini tentu akan ada kendala tersendiri untuk mencapai target tersebut, karena terjadikonflik kepentingan.

Berkaca pada beberapa negara lain, perusahaan gas dan minyak tetap berdiri sendiri-sendiri dengan misi menyalurkan gas bumi ke konsumen, yang harganya jauh lebih murah dari minyak.

Seperti di Iran. Pemerintah negara ini paham, meski kaya minyak, pemerintah Iran tetap berambisi untuk menyalurkan gas alam ke rumah tangga dengan pertimbangan lebih murah dan ramah lingkungan.

Terkait dengan hal ini, Pemerintah Iran tidak mengutak-atik perusahaan gas di negara itu, National Iranian Gas Company (NIGC) dengan menggabungkannya ke dalam perusahaan minyak milik pemerintah Iran, NIOC.

Justru sebaliknya, NIGC diberi tambahan wewenang untuk mengelola perusahaan eksportir gas yakni National Iranian Gas Exports Company (NIGEC) yang sebelumnya berada di bawah pengelolaan NIOC.

Langkah ini dilakukan agar proyek perluasan penyaluran gas ke rumah tangga di Iran bisa benar-benar lebih didorong.

Karena itu, pembentukan holding energi harus mempertimbangkan aspek strategi pengelolaan energi nasional dan tak semata persoalan penggabungan dua perusahaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com