Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Revolusi Digital" Tetap Harus Sematkan Semangat Pancasila

Kompas.com - 03/06/2016, 13:09 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com  – Revolusi digital yang mulai terjadi di Indonesia diharapkan tak melupakan semangat Pancasila yakni gotong royong agar semua elemen masyarakat bisa menikmati perubahan karena digitalisasi.

Demikian rangkuman dari salah satu seri Diskusi Indonesia Cellular Show (ICS) bertema "Sharing Economy, Disruptive or Solution" yang digelar IndoTelko.com, Kamis (2/6/2016). Diskusi dibuka dengan kata sambutan dari Menkominfo Rudiantara dan menghadirkan sejumlah pembicara.

Antara lain Direktur Innovation & Strategic  Portfolio Telkom Indra Utoyo, Direktur e-Business Kemenkominfo Azhar Hasyim, Ketua Umum Forum Smart City Indonesia Suhono Harso Supangkat, Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadhibrata, CEO YesBoss Irzan Raditya, dan Founder Nebengs.com Rudyanto Linggar.

"Revolusi digital akan kita alami ke depannya dan kita harus berani menopang pertumbuhan ekonomi bangsa dengan salah satunya digitalisasi,” kata Rudiantara dalam sambutannya.

Menurut dia, industri teknologi menjadi tumpuan era digital yang mengubah gaya hidup seluruh umat manusia. Revolusi aktivitas ekonomi dari tradisional ke digital akan meningkatkan kecepatan transaksi dan efisiensi proses ekonomi.

“Ke depan pertumbuhannya akan ada aplikasi digital dan eCommerce. Kita harus membuat Indonesia mampu bersaing di global,” tegasnya.

Azhar meminta di era digital semangat nasionalisme tetap harus  dijaga agar Indonesia tak hanya menjadi pasar bagi produk global.

“Sekarang ini kita importir bandwidth besar sekali, kira-kira 1,6 Tbps, itu setara Rp 3,2 triliun. Saya paham sekarang era cloud dan lainnya. Tapi nasionalis sedikitlah, apa semua mau keluarin duit buat bayar ke negara asing hanya untuk hosting dan data center,” kata dia.

Dia mencontohkan, Tiongkok malah menjadi pengekspor bandwidth dan mencapai 1,5 Tbps karena aplikasinya banyak diakses negara luar.

“Singapura, Malaysia, Brunei saja bangun data center untuk dorong jadi hub. Kita ada regulasi, tolong dibaca dan dipahami serta dijalankan. Ini saya menggugah nasionalisme pemain aplikasi karena mereka akan banyak dan terus tumbuh. Ayo kita setop impor, tetapi ekspor bandwidth keluar negeri,” lanjut Rudiantara.

Apa Peran Pemerintah?

Sementara Indra mengatakan, peran pemerintah dibutuhkan agar revolusi digital tak memunculkan korban yakni pemain eksisting seperti operator telekomunikasi.

“Digitalisasi ini memunculkan banyak aplikasi yang cenderung disruptive to eksisting market. Isunya, aturan main belum jelas, kita butuh jugalah pemerintah turun tangan, jangan diserahkan semua ke market,” katanya.

Sedangkan Suhono mengusulkan perlunya melihat isu-isu strategis di era digital dimana pemerintah memang harus menjaga seperti di Smart City perlu ada standarisasi, interperobility, dan security.

“Sekarang semua bicara smart city, ditanya lebih dalam ternyata masang access point WiFi itu smart city. Padahal ini masalah tata kelola dan memanfaatkan sumber daya di kotanya agar masayarakat sejahtera,” katanya.

Suhono mengingatkan, pemerintah harus membuat rambu-rambu yang jelas untuk smart city agar kedaulatan informasi tetap dijaga di Indonesia.

“Ini banyak aplikasi asing masuk ke daerah tawarkan smart city. Kalau tak dijaga, data center pakai luar juga. Kebayang gak data penduduk Indonesia dimonetisasi oleh orang asing tanpa si pemilik sadar,” katanya.

Siapkah Regulasi?

Pada kesempatan sama Ridzki mengatakan sebuah inovasi datang di era digital karena melihat ada masalah yang tak terselesaikan oleh pemain lama.

“Contohnya Grab, ini kan solusi untuk isu transportasi. Masalahnya regulasi tak siap untuk ini. Jadi, terkesan disruptive bagi pemain lama. Padahal ini solusi,” cetusnya.

Irzan menimpali, pada prinsipnya pemain aplikasi siap berkolaborasi dengan semua pemain untuk membangun Indonesia.

“Kami ini datang bukan untuk merusak tatanan. Tetapi mempercepat pembangunan. Kami banyak bekerjasama dengan pemain eksisting untuk membangun industri contact center,” katanya.

Sementara Rudyanto mengingatkan semua pemain kembali kepada filosofi Pancasila yakni gotong royong walau di era digital ada kecenderungan yang kuat bertahan, sementara yang lemah hilang dari peredaran.

“Indonesia punya filosofi bagus, gotong royong. Mari bersama membangun bangsa. Kalau tidak, Revolusi Digital ini tak ada artinya,” tutupnya.

Kompas TV Transaksi E-Commerce Indonesia Masih Rendah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com