Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rhenald Kasali
Guru Besar Manajemen

Akademisi dan praktisi bisnis yang juga guru besar bidang Ilmu manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sejumlah buku telah dituliskannya antara lain Sembilan Fenomena Bisnis (1997), Change! (2005), Recode Your Change DNA (2007), Disruptions, Tommorow Is Today, Self Disruption dan The Great Shifting. Atas buku-buku yang ditulisnya, Rhenald Kasali mendapat penghargaan Writer of The Year 2018 dari Ikapi

Jangan Latih Anak-anak Dijemput KBRI...!

Kompas.com - 30/06/2016, 05:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

Mungkin anda sudah menerima catatan seorang dosen di Surabaya yang viral dua hari ini. Sayang, saya tak menemukan sumbernya setelah beredar dari satu WA ke WA lainnya. Tapi saya kira apa yang dilakukan untuk merekam momen yang ia lihat dan catat harus kita hargai. Ini sebuah catatan yang istimewa bagi para orangtua dan pendidik.

Ia mencatat kejadian saat menemukan seorang siswa SLB penderita tunagrahita yang begitu bahagia saat menemukan alamat yang dicari. Siswa itu kabarnya diberangkatkan dari Jogja untuk mencari alamat di Surabaya.

"Syaratnya boleh bertanya, namun tidak boleh diantar, tidak boleh naik kendaraan yang bersifat mengantar seperti taxi dan becak. Tidak boleh meminta - minta. Dan masih banyak aturan lain Bahkan dia mencari tempat sampah untuk membuang sampahnya." Catat orang berjasa ini.

Tapi yang membuat saya tercengang adalah catatannya yang ini: "Dia berkata bahwa dia dilarang bersedih. "Kata pak Guru aku ngga boleh sedih, kalau sedih nanti bodoh lagi", ucapnya polos."

Sekarang tinggallah kita memeriksa apa yang telah kita lakukan pada anak-anak kita. Apakah benar kita telah melatih anak-anak kita untuk menjadi pemimpin yang hebat, rajawali yang matanya tajam dan mampu terbang tinggi, atau menjafikan mereka burung dara yang indah, yang sayap-sayapnya terjahit.

Anak-anak yang dijemput dengan fasilitas yang dimiliki orantua akan kehilangan banyak momen yang bisa membuat ia kelak lebih pandai dalam hidup.

Kisah anak-anak saya di Fakultas Ekonomi yang pergi ke luar negeri sudah dibukukan oleh mereka sendiri dalam buku 30 Paspor di Kelas Sang Profesor. Edisi terbaru juga telah disiapkan anak-anak itu dalam episode Duta Perdamaian.

Ketika mendengarkan presentasi mereka, saya selalu belajar bahwa anak-anak hebat ini kelak akan menjadi lebih hebat lagi. Dengan metode sharing economy, mereka kini bisa menyebar ke mancanegara dengan biaya minimal.

Tak terbayangkan bagaimana mahasiswi saya yang dompetnya hilang di London bisa tetap menyelesaikan misinya hingga ke Scotlandia, menembus dua negara selama 10 hari dengan sehat.

Tak terbayangkan bagaimana mereka mengajarkan dua perempuan Jepang memakai hijab. Tak terpikirkan pula bagaimana mereka berkenalan dengan anak-anak konglomerat dan dijadikan narasumber di berbagai kampus yang mereka kunjungi.

Anak-anak yang steril tak punya cerita menurut versi mereka sendiri. Dan anak-anak itu bisa jadi pembual yang hebat. Tetapi anak-anak yang tak dijemput KBRI kalau ke luar negri, yang berani menghadapi hidup ini dalam perhitungan yang dilatih sendiri, kelak akan mempunyai story versi mereka sendiri.

Personal story adalah modal dasar seorang pemimpin. Ia akan merasa hidupnya berarti, dan sadar bahwa di luar sekolah ada banyak pelajaran yang bisa melatih kepemimpian, empati sosial dan pemgambilan keputusan.

Jadi, sudahlah. Hentikan dagelan ini, orangtua!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com