Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tembok Besar Selanjutnya untuk "Tax Amnesty"

Kompas.com - 14/07/2016, 12:00 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

KOMPAS.com - Rencana pemerintah menerapkan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty tidak semulus yang dibayangkan. Meski sudah disahkan, Undang-Undang Tax Amnesty masih belum lepas dari penentangan.

Sejatinya, pemerintah bukan tanpa alasan memperjuangan UU Tax Amnesty. Pemerintah sudah berkali-kali mengemukakan argumentasi bahwa tax amnesty punya manfaat besar.

Pertama, aset 6.519 Warga Negara Indonesia (WNI) yang menyimpan dananya di luar negeri beserta pendapatanya, akan masuk ke dalam data base Ditjen Pajak.

Kedua, penerimaan negara dari pajak akan meningkat sehingga bisa digunakan untuk membangun infrastruktur.

Ketiga, lewat tax amnesty, ada dana yang bisa dibawa pulang ke dalam negeri (dana repatriasi). Dari sekitar 6.519 Warga Negara Indonesia (WNI) yang menyimpan dananya di luar negeri, ada potensi tambahan penerimaan negara Rp 180 triliun dari kebijkan tax amnesty.

Namun, itu dinilai belum cukup mengingat dana 6.519 orang berduit diperkirakan mencapai Rp 4.000 triliun. Isu ketidakadilanpun menyeruak, bahkan saat tax amnesty masih ide.

"Isu ketidakadilan ini telah diperdebatkan dengan sengit dalam proses ide awal sampai diundangkannya tax amnesty," kata pengamat perpajakan Darussalam, Rabu (16/7/2016).

Apalagi saat ide tax amnesty muncul pada 2015, pemerintah terlanjur mamajaki sejumlah hal. Di tingkat bawah, mulai dari penjahit pakaian, setruk belanja, listrik, sampai kos-kosan pun menjadi target pengenaan pajak.

Bahkan, batu akik yang booming pun sempat diwacanakan dikenakan PPnBM alias Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Hal itu dilakukan agar target penerimaan pajak sebesar Rp 1.489,3 triliun tercapai. Namun, realisasi hanya Rp 1.235,8 triliun di akhir 2015.

Akibatnya, sebagian publik menilai tax amnesty hanya memberikan karpet merah kepada para pengusaha.

Perdebatan seputar keadilan juga sampai di DPR. Bahkan perdebatan sangat alot untuk memuluskan RUU itu menjadi UU.

Pengusaha pun sempat dibuat cemas lantaran pembahasan RUU Tax Amnesty di DPR begitu alot.

"Terus terang saya khawatir tax amnesty enggak sukses," ujar Ketua APINDO Haryadi Sukamdani kepada Kompas.com, Jakarta, Rabu (25/5/2016).

Sejumlah fraksi sempat mengusulkan agar draf RUU Tax Amnesty diubah, misalnya mengenai tarif uang tebusan yang dianggap terlalu rendah.

Namun, tembok besar itu terlampaui. Selasa (28/6/2017), sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, mengesahkan Undang-Undang Tax Amesty atau Pengampunan Pajak.

Presiden Joko Wododo langsung menyatakan rasa syukurnya setelah UU Tax Amnesty disahkan. Bahkan, Presiden langsung meminta para menterinya mempersiapkan instrumen-instrumen investasi yang bisa dipakai untuk menampung uang dari kebijakan tax amnesty.

Saat semua dirasa selesai, penentangan terhadap UU anyar itu muncul lagi. Teranyar, sejumlah pasal di UU tersebut digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) lantaran dianggap melanggar konstitusi.

Rabu (13//7/2016), gugatan itu resmi didaftarkan dengan nomor pendaftaran 158-0/PAN.MK/VII/2016. Penggugat UU Tax Amnesty, Yayasan Satu Keadilan dan Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia menyebut ada 21 alasan yang mendasari gugatan mereka ke MK.

Diantaranya; UU Tax Amnesty dianggap tidak sesuai konstitusi. produk UU itu dinilai memberikan karpet merah kepada pengemplang pajak, memberi prioritas kepada penjahat kerah putih, hingga memarjinalkan pembayar pajak yang taat.

Pemerintah pun langsung menyiapkan diri menghadapi uji materi terhadap Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty di Mahkamah Konstitusi.

Presiden Joko Widodo sudah meminta Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution untuk bersiap untuk menghadapi gugatan.

Darmin mengatakan, Presiden meminta agar gugatan UU Tax Amnesty ke MK dihadapi secara serius. Bahkan, Presiden meminta agar Menko Darmin membentuk tim khusus.

Dengan terdaftarnya gugatan di MK, UU Tax Amnesty kembali dihadapkan pada tantangan baru, tembok yang tak kalah besar dari proses sebelumnya.

Proses di MK ini sekaligus akan membuktikan apakah UU yang dipertentangkan sejak ide awalnya itu konstitusional atau tidak.

Kompas TV Perhimpunan Advokat Gugat UU "Tax Amnesty"

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com