"Mengenai keselarasan lingkungan, kereta cepat telah melanggar prosedur pembuatan amdal, kemudian dalam hal pembebasan lahan negara, aturan pelepasan aset masih menyisakan masalah, begitu pun dalam aturan hukum lainnya," kata Zaenal.
(Baca: WALHI: Lewat Kereta Cepat, Jokowi Langgar Nawacita)
Bahkan, megaproyek ini pun mendapat sorotan dari Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyusul belum dikeluarkannya izin pembangunan oleh Menteri Perhubungan kalau itu, Ignasius Jonan, padahal sudah dilakukan ground breaking pada 21 Januari 2016.
"Ada kalanya Presiden juga harus bicara sendiri. Rakyat ingin dengar, setelah menterinya bicara, Presidennya bicara untuk betul-betul menegaskan tidak ada hal yang tak sesuai aturan. Ini penting. Kalau tidak klop sana sini, bikin klop, dan sangat bisa bikin klop semuanya itu," kata SBY.
(Baca: SBY: Malu Sama Rakyat Kalau Antar Menteri Tidak Klop)
Proyek properti
Akan tetapi, di samping menuai kritikan, proyek kereta-cepat Jakarta-Bandung memperoleh dukungan. Lembaga donor Asian Development Bank (ADB) misalnya yang menilai, terlepas dari nilai investasinya yang tinggi, Indonesia perlu membangun infrastruktur koridor ekonomi.
"Kereta api cepat ini untuk mobilitas, bukan hanya sekedar 'Indonesia punya kereta cepat'. Tujuannya, memperbaiki mobilitas," kata Wakil Presiden ADB Bambang Susantono.
(Baca: ADB: Ini Bukan Sekadar "Indonesia Punya Kereta Cepat")
Meski begitu, Faisal melihat proyek kereta cepat Jakarta-Bandung bukanlah proyek untuk meningkatkan konektivitas perkeretaapian.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.