Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Iklan Rokok di Televisi Terancam

Kompas.com - 13/01/2017, 15:31 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merevisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran dengan menambahkan pasal pelarangan iklan rokok di televisi (TV) memantik keberatan dari industri rokok. Produsen rokok meminta iklan di TV tetap boleh, dengan pengaturan.

Asal tahu saja, data lembaga riset AdsTensity menunjukkan, industri rokok adalah penyumbang iklan TV terbesar kelima di tahun 2016 dengan nilai Rp 6,3 triliun. Di antara perusahaan rokok yang masuk 10 besar belanja iklan (adex) di TV adalah Djarum senilai Rp 1,91 triliun, Gudang Garam Rp 1,32 triliun, dan Sampoerna Rp 1,25 triliun.

Elvira Lianita, Head of Fiscal Affairs and Communications PT HM Sampoerna Tbk, meminta, wacana larangan iklan rokok di TV dipertimbangkan. Sebab, saat ini sudah ada Peraturan Pemerintah No. 109/2012 yang mengatur iklan rokok di media penyiaran, termasuk membatasi waktu siaran dan isi iklan.

Jika berbentuk pelarangan iklan, Elvira menilai, tak hanya propdusen rokok yang terkena dampaknya, tetapi juga buruh, petani tembakau hingga industri periklanan dan industri penyiaran terkena.

"Perlu diingat tembakau adalah kontributor utama penerimaan negara dan merupakan industri dengan pasar ekspor yang tumbuh, kami percaya dengan pengaturan, bukan pelarangan," kata Elvira, kepada Kontan, Kamis (12/1/2017).

Sementara itu, Budi Darmawan, Manajer Corporate Communications PT Djarum menilai, TV merupakan salah satu media yang tepat untuk beriklan. "Ya, teori iklan mengatakan, paling efektif beriklan di TV," kata Budi.

Karena iklan di TV dinilai lebih efektif, Djarum memilih lebih banyak membelanjakan dana iklan di TV ketimbang media jenis lain.

Budi menyatakan, selama wacana larangan beriklan di TV itu belum ketuk palu, pihaknya akan terus memajang iklan di TV. "Kami masih bikin iklan. Itu baru wacana (larangan iklan di TV)," jelas Budi.

Masih pro dan kontra

Adapun Atmaji Sapto Anggoro, CEO AdsTensity, lembaga riset iklan, menilai, kebijakan larangan rokok beriklan tidak akan menurunkan belanja iklan industri rokok. Perusahaan rokok pasti menemukan celah melakukan pemasaran paling efektif.

"Sehingga tidak berpengaruh signifikan ke industri rokok. Mereka juga tidak akan kapok. Justru dengan barrier itu mereka jadi sangat kreatif dengan ide konsep dan branding yang beyond dari orang lain," ujar Atmaji.

Selain itu, kata Atmaji, perusahaan rokok bakal gencar iklan di media luar ruang dan direct selling. Menurut Atmaji, iklan TV biasanya digunakan untuk membangun citra merek rokok di setahun pertama diluncurkan. Setelah itu pemasaran dilakukan dengan direct selling.

Sementara itu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), meminta pemerintah tegas melarang iklan rokok di TV. "Harusnya dilarang total, di seluruh dunia sudah dilarang. Indonesia satu-satunya negara di dunia yang membolehkan iklan rokok di televisi," ujar Tulus Abadi, Ketua Umum YLKI.

Jika pasal larangan iklan rokok batal masuk RUU Penyiaran, Tulus menduga ada campur tangan industri rokok dalam pembuatan beleid tersebut. "Industri rokok industri paling getol intervensi baik legal atau ilegal," kata Tulus.

Adapun Kementerian Perindustrian menolak adanya pasal yang melarang iklan di TV tersebut. Alasannya adalah, industri rokok selama ini telah berkontribusi besar menyumbang penerimaan cukai.

"Kita menargetkan pajak dan cukai begitu besar Rp 140 triliun dari industri rokok, kenapa dilarang iklannya?,” kata Willem. (Pamela Sarnia)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus SPK Fiktif Rugikan Rp 80 Miliar, Kemenperin Oknum Pegawai yang Terlibat

Kasus SPK Fiktif Rugikan Rp 80 Miliar, Kemenperin Oknum Pegawai yang Terlibat

Whats New
Laba Bersih Avrist Assurance Tumbuh 18,3 Persen pada 2023

Laba Bersih Avrist Assurance Tumbuh 18,3 Persen pada 2023

Whats New
Mendag Zulhas Usul HET Minyakita Naik Jadi Rp 15.000 Per Liter

Mendag Zulhas Usul HET Minyakita Naik Jadi Rp 15.000 Per Liter

Whats New
Marak Modus Penipuan Undangan Lowker, KAI Imbau Masyarakat Lebih Teliti

Marak Modus Penipuan Undangan Lowker, KAI Imbau Masyarakat Lebih Teliti

Whats New
Vira Widiyasari Jadi Country Manager Visa Indonesia

Vira Widiyasari Jadi Country Manager Visa Indonesia

Rilis
Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Whats New
Peringati Hari Buruh 2024, PT GNI Berikan Penghargaan Kepada Karyawan hingga Adakan Pertunjukan Seni

Peringati Hari Buruh 2024, PT GNI Berikan Penghargaan Kepada Karyawan hingga Adakan Pertunjukan Seni

Whats New
Kemenperin Harap Produsen Kembali Perkuat Pabrik Sepatu Bata

Kemenperin Harap Produsen Kembali Perkuat Pabrik Sepatu Bata

Whats New
IHSG Naik Tipis, Rupiah Menguat ke Level Rp 16.026

IHSG Naik Tipis, Rupiah Menguat ke Level Rp 16.026

Whats New
Warung Madura: Branding Lokal yang Kuat, Bukan Sekadar Etnisitas

Warung Madura: Branding Lokal yang Kuat, Bukan Sekadar Etnisitas

Whats New
Ini Tiga Upaya Pengembangan Biomassa untuk Co-firing PLTU

Ini Tiga Upaya Pengembangan Biomassa untuk Co-firing PLTU

Whats New
Strategi untuk Meningkatkan Keamanan Siber di Industri E-commerce

Strategi untuk Meningkatkan Keamanan Siber di Industri E-commerce

Whats New
Permendag Direvisi, Mendag Zulhas Sebut Tak Ada Masalah Lagi dengan Barang TKI

Permendag Direvisi, Mendag Zulhas Sebut Tak Ada Masalah Lagi dengan Barang TKI

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin Bakal Panggil Manajemen

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin Bakal Panggil Manajemen

Whats New
Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com