Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pensiunan Tak Perlu Gentar dengan Tiga Tantangan Ini

Kompas.com - 18/01/2017, 20:29 WIB
Josephus Primus

Penulis

"Kesukaan saya pada pecel lele yang bikin saya mampu merencanakan lebih untuk uang pensiun yang saya terima," imbuh Agus.

Menikahi "ibu"

Sedikit catatan datang pula dari laman kelolaan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat, soal lele sangkuriang. Sejatinya, pengembangan lele sangkuriang pada sekitar 2000-an berangkat dari kenyataan bahwa lele varietas dumbo, jenis yang dikembangkan sebelumnya, punya kelemahan.

"Lele dumbo itu cuma menang di ukuran besarnya. Tapi, rasanya enggak begitu enak," kata Agus.

Jadilah, singkat kata, BBPBAT melakukan kawin silang balik antara indukan betina lele dumbo generasi kedua atau biasa disebut F2 dari lele dumbo yang didatangkan pertama kali pada 1985 dengan indukan jantan lele dumbo F6. Dalam hal ini, indukan jantan F6 usia generasinya sudah barang tentu lebih junior ketimbang F2.

Alhasil, lantaran upaya ilmiah itu mirip-mirip dengan legenda Sangkuriang di Jawa Barat yang bertutur tentang seorang pemuda yang menikahi ibunya, jadilah nama varietas hasil kawin silang balik itu diberi nama lele sangkuriang.

Sembari meneruskan kesukaannya menyantap pecel lele, terbetik di benak Agus untuk menjadi pemasok lele sangkuriang. Ide itu juga datang tatkala Agus iseng-iseng menghitung jumlah warung kaki lima pecel lele di kompleks perumahan tempatnya tinggal.

Ada sekitar 15 warung kaki lima di kawasan seluas sepuluh hektar itu. "Kebanyakan warung-warung itu laris manis dagangannya," ujar Agus.

Agus kemudian membuat rancangan kecil-kecilan. Taruhlah setiap warung menghabiskan rata-rata 10 kilogram lele sangkuriang seminggu. Artinya, ada kebutuhan sekitar 150 kilogram yang mesti dipasok.

"Kalau harga per kilogramnya dari saya sekitar Rp 20.000, wah banyak juga hasilnya," kata Agus berandai-andai membayangkan betapa ikan yang menggeliat-geliat itu bisa membuat pundi-pundinya tetap terisi.

Tak hanya berhenti sampai pada hitung-hitungan, Agus juga mencoba memetakan lokasi kolam budi daya lele. Kebetulan, di belakang rumahnya masih ada sisa lahan seukuran tiga meter kali dua meter. "Saya manfaatkan saja dulu lahan itu," lanjut Agus lagi.

Memanfaatkan dunia maya, Agus juga mulai mencari tahu tempat penjualan dan harga bibit lele. Temuan Agus menunjukkan, rata-rata harga bibit ukuran 1 inci adalah Rp 100.

"Kalau beli 10.000 bibit masih cukuplah duit saya," katanya terkekeh.

Dari informasi di dunia maya, Agus juga mendapat informasi bahwa asal memenuhi seluruh persyaratan pemeliharaan—mulai dari pakan, kualitas air, pencegahan penyakit, dan sebagainya—panen lele sangkuriang bisa dilakukan sekitar dua hingga empat bulan sekali.

"Dari situlah, saya mencoba peruntungan untuk membuat budi daya lele sangkuriang," katanya.

Memang, belum genap satu setengah tahun Agus Suprihatin mengelola usaha barunya itu. Hasilnya pun belumlah seberapa.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com